Sunday, March 30, 2008

Pindah kerja

Tidak pernah saya mengambil keputusan seberat ini sebelumnya, selain saat mengajukan lamaran ke pacar saya. Pindah kerja. Berat, karena pertimbangan keamanan masa depan yang dipertaruhkan. Adakah jaminan pekerjaan baru lebih baik, langgeng dan memberikan perlindungan finansial?

Pekerjaan saya yang sekarang tidak jelek, bahkan termasuk bergengsi untuk ukuran pekerja televisi. Menjadi produser eksekutif berarti menjadi penguasa langsung terhadap satu atau dua buah program. Hingga level tertentu arahan saya sama seperti fatwa MUI yang harus diikuti; jika tidak haram hukumnya.

Pada satu kesempatan saya melihat sebuah berita yang sedang dikerjakan produser saya. Berita itu memiliki kriteria baik untuk ditayangkan. Gambar dan wawancara yang memadai. Namun saya melihat berita itu memiliki kekurangan dalam hal data. Produser tersebut saya perintahkan untuk mencari reporter pembuat berita dan redaktur yang mengeditnya. Kedua orang yang dicari tidak dapat dihubungi; hp mereka inaktif. Maklum hari sudah menjelang dinihari, sehingga bisa saja mereka kelelahan dan ingin tidur yang enak, sehingga hp pun dimatikan. Melihat perkembangan itu, saya meminta berita ditunda penayangannya hingga data lengkap.

Itu masalah kewenangan. Fasilitas yang saya terima pun bagus. Gaji yang memadai, kendaraan tersedia, tunjangan-tunjangan yang cukup, dan bonus tahunan yang rutin membuat tidak ada alasan bagi saya untuk berlelah-lelah mencari tambahan atau kerja yang lain di luar.

Hanya saja ada satu hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam membuat seseorang puas di sebuah tempat kerja. Atmosfer.

Ketika semua proses kerja berjalan baik, ketika semua orang mengetahui tugas-tugasnya, ketika atasan dan bawahan terikat hubungan yang saling mengerti, sudah barang tentu aktifitas akan mulus setiap saat. Pastilah tidak ada yang beres 100 persen, apalagi berhubungan dengan banyak orang. Gesekan dan benturan pasti terjadi; di tempat manapun persoalan pasti ada.

Guna menghadapi perosalan gesekan antarpersonal, saya siapkan mental dan maaf. Maaf kalau berhadapan dengan kolega dan mental kalau bermasalah dengan bos. Nah saya sudah nggak tahan lagi. Repot kalau berhadapan dengan dua pilihan kalau bermasalah dengan bos: Kamu mengalah atau kamu kalah.

Di sini saya mengalah. That's it , I had enough. Saya lebih baik mundur daripada masa depan saya terganggu dan perusahaan serta teman-teman pun kena imbasnya.

Tetapi ada satu hal penting yang saya bisa saksikan. Tangan Tuhan nyata dalam kasus saya ini. Dalam tiga tahun terakhir saya praktis memiliki banyak waktu alias menganggur dan bekerja malam hari yang berarti ritme hidup saya terganggu. Namun saya masih percaya Tuhan akan memberi yang terbaik buat saya. Akhirnya kesempatan itu datang. At the right time!

Some old friends called me and ask me if I want to join them. The price is good and the facility as well. However, I believe the environment is better, cause I know them. Yes, I said. Oh God, this is your way, I could not wish any better than this.

Dear friends, never leave God behind in any situation. He'll always be on your side.

Salam,
indi

Monday, March 24, 2008

Break Free

I'm free....free...
Ikatan itu kini melonggar, lepas, putus
Tak ada lagi yang mengungkungku dalam jaring berduri
Aku akan berlari, melompat, menari

I'm free...free...
Kau tak boleh mengikatku lagi
Kan kuatur hidupku dalam kerangka yang kurangkai sendiri
Wahai dunia sambutlah orang merdeka, satu lagi

Sekian lama kuikuti aturan yang tak pernah kusukai
Terjerat tak berdaya dalam ruang yang sempit tanpa nurani
Angin segar bawa kekuatan agar ku dapat berontak bergerak
Selamat tinggal masa lalu, selamat datang masa depan di tempat baru

Aku yang bebas
indi

Wednesday, March 19, 2008

Libur oh libur

Pernahkah Anda berpikir kemana enaknya mengisi liburan, yah baik liburan akhir tahun, pergantian tahun ajaran(liburan sekolah) atau tanggal merah yang berderet seperti tgl 19-20 (Kamis dan Jumat) Maret 2008 (pasti plus Sabtu dan Minggu). Kalau punya uang enaknya yang jauh sekalian kan? Ke luar negeri misalnya. Tapi dengan uang cekak pun ke luar negeri juga nggak terlalu susah, asal mau sedikit ketat mengatur pengelaran, karena beberapa perusahaan penyelenggara perjalanan dan badan turisme negeri jiran punya paket murah. Singapura dan Malaysia paling sering membuat acara yang seru untuk menjadi konsumsi orang Indonesia.

Ada yang menarik untuk dicermati dalam hal kerapnya muncul iklan paket kunjungan wisata ke negara tetangga. Singapura memiliki paket weekend dan Malaysia pandai mengemas liburan berderet karena menyamakannya dengan kegiatan balap mobil Formula 1 Sepang. Wah!!! Biayanya pun terdengar masuk akal, yaitu berkisar di angka 200 dollar AS per orang, dan itu termasuk perjalanan dan menginap dua malam.

Saya termasuk orang yang berambisi besar untuk dapat mengajak keluarga berlibur ke mancanegara. Selain ingin membahagiakan keluarga, saya juga sering diprotes isteri dan anak-anak; mereka bilang saya bolak-balik ke luar negeri jalan-jalan sendiri tidak ajak-ajak. Alasan mendapat tugas kantor sudah sangat kuat, tetap saja mereka bertiga merengut kalau saya berangkat.

Uang memang akan selalu jadi masalah jika kita mau jalan-jalan ke luar negeri atas biaya sendiri plus sekeluarga lagi. Selain pesawat dan akomodasi, yang bikin repot juga adalah fiskal. Untuk empat orang sudah di depan mata Rp. 4 juta hanya untuk fiskal. Oleh sebab itu guna menekan biaya, sistem paket sudah pasti layak dipertimbangkan. Memang jadwal perjalanan akan sangat ketat dan melelahkan, tetapi yang penting ke luar negeri, kan?

Eh tapi jangan kira saya akan segera berangkat, lha wong itu masih angan-angan. Sampai saat ini uang untuk fiskalnya saja belum cukup, apalagi untuk biaya paket per orang. Paling tidak sampai pertengahan tahun 2008 saya masih harus melunasi uang gedung, uang seragam dan uang buku anak-anak. Kedua anak saya masuk sekolah ke tingkat lebih tinggi secara berbarengan. Yang besar masuk SMP dan adiknya masuk SD.

Jadi kalau saya ngomong ke luar negeri bareng keluarga, itu masih nanti. Alias kapan-kapan kalau ada duitnya. Semoga Anda lebih beruntung.

Salam,
indi

Tuesday, March 18, 2008

Adamair wer ewer ewer

Tidak pernah tersirat di benak saya untuk menjadi saksi mata jatuh-bangunnya sebuah maskapai penerbangan di tanah air. Dari hanya Garuda dan Merpati (mungkin tambah Mandala) seingat saya waktu kecil (tiga puluh tahun lalu) kemudian berkembang menjadi belasan maskapai yang saya pun terkaget-kaget mengetahui nama barunya. Kini sebuah maskapai yang menyediakan tiket murah harus merelakan ijinnya dicabut.

Pertama kali saya terbang sekitar tahun '75 (saya ingat masih kelas tiga SD) rasanya begitu mendebarkan melintasi pulau Jawa dari Jakarta ke Surabaya. Berangkat subuh ke Kemayoran, bersama kedua orang tua dan kakak, saya sempat terheran-heran melihat dan melalui pintu otomatis yang bisa buka-tutup sendiri. Selama penerbangan saya tidak terlalu ingat karena masih mengantuk dan segera jatuh tertidur. Hanya menjelang pendaratan telinga ini begitu sakit karena perbedaan tekanan di saluran pendengaran dengan lingkungan luar.

Kemudian waktu mulai bekerja di kantor sekarang, saya dan beberapa teman seringkali bolak-balik terbang Jakarta-Surabaya dengan Garuda. Rasanya saat itu sekitar awal tahun 90-an tiket masih terbilang murah, sehingga kantor tidak keberatan menyediakan yiket pesawat. Saya beberapa kali mengutil peralatan makan, yang terbuat dari logam (tidak seperti sekarang dari plastik biar murah).

Namun saat krismon melanda tahun 1998-2000, tiket pesawat langsung melonjak tajam. Kantor pun sangat berhati-hati mengijinkan pegawainya menikmati burung besi; hanya level jabatan tertentu dan urgensi tugas yang diijinkan menggunakannya. Betapa sepinya bandara pada masa itu, karena banyak orang tidak berani menggunakan pesawat yang tiketnya luar biasa mahal.

Secara perlahan kondisi membaik (mungkin yang tepat istilahnya adalah teradaptasi). Masyarakat dapat menerima kondisi yang ada dan bisnis pun bergulir kian kencang. Garuda dan Merpati mulai mendapat teman bahkan pesaing baru. Lion Air hadir dengan konsep penerbangan murah, sehingga banyak orang berbondong-bondong terbang dengan pesawat ini.

Belum selesai terheran-heran dengan keberanian maskapai singa itu, muncul warna ngejreng yang berani bermain di angkasa, walaupun tidak memiliki sejarah terlibat usaha penerbangan. Dengan kuning jingga yang mencolok, AdamAir (sepertinya ini yang tepat penulisannya bukan Adam Air) melambung tinggi.

Kosep murah meriahnya membuat lebih banyak alternatif orang bepergian dengan pesawat. Tak dapat makan minum di angkasa tak apa-apa, yang penting cepat sampai, murah dan aman.

Nah yang terakhir ini tampaknya menjadi persoalan. Entah apa yang terjadi, karena dalam kurun waktu empat tahun berulang kali AdamAir mengalami kecelakaan. Mulai dari salah terbang, karena peralatan navigasinya ngadat di atas Flores, nyemplung di perairan Selat Makassar, patah punggung pesawat di Surabaya, hingga yang terakhir ngesot di bandara Hang Nadim Batam pertengahan Maret 2008. Belum lagi ada info pesawat AdamAir pernah hampir tabrakan dengan sebuah pesawat Lion Air di atas Surabaya, karena ada persoalan dengan kaca kabin.

Bagi orang yang gemar klenik, peristiwa-peristiwa ini tentu enak diteliti dengan kacamata non-natural. Jangan-jangan tidak pernah diruwat dan didoakan waktu pelepasan pesawat pertamanya. Pokoknya macam-macam spekulasi.

Namun di atas semuanya, kasus AdamAir menjadi sebuah tonggak baru untuk memperbaharui perjalanan bisnis penerbangan Indonesia. Jangan pernah main-main dengan keselamatan manusia (baca penumpang pesawat). Kalau tidak ya jadi AdamAir wer ewer ewer.

Salam
indi

Monday, March 17, 2008

Buswae

Tidak ada kedongkolan yang lebih besar sebagai penduduk Jakarta pada pagi dan sore hari selain....terjebak kemacetan. Bagi saya yang bekerja seperti kalong dan mendapat privilese ke kantor lancar tanpa macet, berkeliaran saat matahari bertahta adalah sebuah kengerian. Terpanggang matahari di tengah udara pengap oleh asap di tengah-tengah lautan kendaraan bermotor.

Pagi ini saya diundang menjadi pembicara di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat. Sebetulnya tidak pagi sih, tepatnya pukul 11 WIB. Dengan alasan ingin bersantai di perjalanan, saya tinggal "gerobak Jepang" yang telah mengantar saya lebih dari lima tahun di rumah dan naik bus Trans BSD jurusan BSD-Ratu Plaza. Saya membayangkan enaknya memejamkan mata sejenak di dalam bus menikmati perjalanan sekitar satu setengah jam untuk kemudian bangun dengan segar.

Bus terisi padat dengan manusia berbagai macam. Namun satu yang menyenangkan, semuanya wangi. Wah ini memang perjalanan yang menyenangkan. Setelah melaju lancar di jalan tol Serpong - Bintaro, perjalanan itu berubah menjadi melelahkan. Harapan untuk rileks tidak terlaksana. Menjelang kawasan Pondok Indah, bus dihadang oleh rangkaian kendaraan yang mengular dengan padat. Mata ini yang sebelumnya setengah terpejam langsung terbuka lebar, karena ingin melihat macetnya lalu lintas yang sebegini dahsyat. Wooo, begini to, namanya macet di Hari Senin, maklumlah saya sudah lupa rasanya kena macet.

Perjalanan ini masih dilanjutkan dengan Bus Trans Jakarta. Nah kalau yang ini jauh lebih menyenangkan, karena belum banyak mobil yang melaju di jalur three in one sepanjang Jalan Sudirman-MH Thamrin. Alhasil saya bisa lebih cepat sampai di tujuan, walaupun pinggang masih pegal setelah duduk lama di bus pertama.

Setelah menyelesaikan sesi yang sulit sekaligus menyenangkan di hadapan staf humas yang antusias pada sekitar pukul 18.00 WIB, saya pun harus kembali ke habitat asli di pusat perbelanjaan di Senayan. Kebetulan tempat saya bicara tidak jauh dari halte busway; cukup jalan lima menit saya sudah masuk ke antrean calon penumpang yang lain.

Wah lagi neh, pikir saya. Bagaimana tidak, saya berhadapan dengan dua kondisi yang membuat hati saya ciut. Di hadapan saya ada puluhan rekan penunggu bus premium Trans Jakarta. Rupanya bus program peninggalan Gubernur Sutiyoso belum menjemput mereka setelah sekian lama, sehingga terbentuk antrean ini. Penyebabnya terjawab dengan situasi di jalan raya, yaitu lagi-lagi macet, dan kendaraan merayap secepat gerakan ulat.

Sebagai komuter sekaligus pekerja media, saya tahu dan mengapresiasi usaha Sutiyoso dan Fauzi Bowo dalam mengatasi kemacetan lalu lintas di ibu kota. Sebut saja pembangunan underpass atau fly over (dua sebutan yang malas dicari padanan dalam Bahasa Indonesianya: terowongan dan jalan layang) di beberapa tempat yang sering menjadi biang kemacetan seperti Kebayoran Lama dan Cawang. Juga pembangunan jalur busway baru sampai Koridor XI (sampai sekarang saya tidak hapal daerah-daerah mana yang dilalui Koridor I-XI).

Saya yakin Anda sependapat dengan saya, bahwa negeri ini tidak kekurangan orang pintar untuk dapat menemukan solusi persoalan menahun Jakarta ini. Tapi kok bukannya tambah ringan perjalanan menuju dan melintasi Jakarta malahan kian hari kian berat dan susah.

Rasanya ada satu pertanyaan yang ingin saya tanyakan kepada pengelola negeri ini atau daerah, yaitu apakah mereka pernah berpikir untuk mengintegrasikan semua usulan solusi yang ada. Penyelesaian yang terpadu dengan memasukkan setiap faktor penyelesai masalah adalah hal yang tidak pernah terlihat. Sebut saja masalah bus pengumpan yang tidak kunjung terselesaikan, jumlah bus Trans Jakarta yang masih jauh dari cukup, belum lagi rencana Monorel yang tiangnya sudah dibuat di beberapa kawasan, kini hanya jadi monumen besi beton yang mencoklat karena karat.

Beberapa waktu lalu muncul dua wacana untuk mendukung pengaturan jumlah mobil yang masuk Jakarta. Di antaranya adalah melalui nomor polisi genap dan ganjil yang masuk bergantian, kemudian kendaraan luar Jakarta yang hendak masuk harus membayar retribusi, juga menyiapkan mass rapid transport sepanjang jalur Blok M-Kota. Wah ususl-usul yang brilian dan layak bisa menyelesaikan masalah kemacetan. Namun lagi-lagi masalah yang ada tidak diselesaikan secara integral sehingga wacana itu cenderung seperti rumput yang baru tumbuh di tengah terik matahari; tumbuh kemudian mati.

Saya yakin sekali lagi, pasti para pemimpin kita punya kebijaksanaan yang di atas rata-rata masyarakatnya. Hanya masalahnya mesti berapa lama saya menunggu kebijaksanaan itu muncul pada waktunya. Huaaaahheeemmmm bisa mengantuk saya menunggu. Tidak hanya jam ukurannya tapi bisa lima tahun.

Salam,
Indi

Tuesday, March 11, 2008

Waduhh!!!

Sudah lama saya tidak ngutak-atik blog terkasih ini. Sebetulnya bukannya malas, tetapi ogah bergerak (sama kaleee....). Maklum pekerja keras seperti saya (hehehe...) harus kerja malam pulang pagi dan siang molor melulu; sampai-sampai isteri saya protes. Dia bilang suamiku memang ada di rumah, tetapi pikirannya di alam mimpi terus.

Ketika menjalani siang hari di rumah, dalam dua mingu terakhir isteri saya memandori tukang membuat kolam air mancur. Jangan bayangkan air mancurnya segede air mancur Bundaran HI. Hanya kecil saja, cum untuk terdengar bunyi kricik-kricik seperti sungai yang mendatangkan kedamaian di hati. Memang tidak tanggung-tanggung sih, dua buah sekaligus! Satu di luar dan satu lagi di dalam.

Isteri saya memang tipe maju tak gentar dan pantang menyerah. Walau rumah sebesar kandang burung yang penting harus tersedia kolam dan taman (mungkin sudah jadi obsesi). Setelah menimbang-nimbang biaya yang perlu disisihkan, akhirnya proyek raksasa itu jalan.

Hanya satu tukang yang dipekerjakan. Ia masih muda, murah senyum dan cekatan. Yang mengherankan, walaupun tubuhnya kurus dan kecil, ia mampu menggali lubang kolam dengan cepat. Praktis hanya sehari ia membuat lubang berukuran satu setengah kali satu setengah meter dengan kedalaman setengah meter. Padahal ia harus menebang pohon yang lumayan gede dengan tanah yang keras.

Penebangan pohon itu sebetulnya juga menyedihkan saya. Setelah dicekoki berita-berita pemanasan global dan penghijauan bumi, saya menjadi hati-hati untuk sembarangan menghilangkan tanaman. Nah, di depan rumah ada pohon klengkeng yang sudah cukup besar. Namun ia tidak kunjung berbuah, walau akarnya sudah hampir merusak dinding rumah. Akhirnya dengan berat hati, ia pun harus menyerahkan kehidupannya demi keamanan pemilik rumah yaitu kami sekeluarga dan kehadiran kolam air mancur.

Pembuatan kolam itu pun praktis tanpa desain yang matang. Walaupun sudah beberapa kali membuka referensi buku dan majalah interior, kami pun menyesuaikannya dengan angan-angan dan imajinasi sendiri. Sialnya, bahasa dan keinginan kami terutama isteri tak langsung dapat dimengerti oleh tukang cekatan itu. Walaupun jadi dalam waktu kurang dari seminggu, ternyata air tak dapat mengalir baik.

Cek punya cek, ternyata selain dinding kolam yang bocor, pompa yang sudah kami beli dengan harga aduhai karena kekuatan semprotnya besar, patah di bagian ujungnya. Rupanya tukang tersebut tidak sabar mengerjakan semua tugasnya. Si dinding diteploknya dengan semen dan cat tanpa menguji ulang kekuatan dan kekeringannya. Sedangkan pompa ia tarik sekeras tenaga tanpa memperhitungkan kekuatan komponennya.

Memang ia masih berusaha memperbaiki pekerjaannya beberapa kali, tetapi dengan metode tambal sulam hasilnya tak seindah yang dibayangkan. Setelah sekian lama hampir dua minggu, akhirnya proyek bernilai em-eman itu (bukan m dari kata miliar tetapi eman-eman atau sayang sekali dalam bhs jawa) akhirnya mangkrak. Si tukang memperoleh proyek yang besar dan ia meninggalkan sang kolam.

Isteriku yang penuh semangat itu masih berusaha menilai seberapa mampu ia menangani sang kolam. Namun akhirnya ia menyerah. Kemarin ia menyimpan sang pompa yang bernilai aduhai itu ke museum. Kemudian perkakas yang sempat ia gunakan untuk mengutak-atik kolam ia rapikan dan masuk ke dalam kotak. That's it! I'm done, katanya.

Waduhh!!! Harapan untuk mendengar kemericik air tertunda. Saya sendiri tak mampu menanganinya, lha wong kalau siang banyak molornya. Yah tunggu dulu deh, sampai sang tukang kembali dan uang terkumpul lagi.

Salam,
indi

Monday, March 3, 2008

Hangatnya Malam

dengarlah keceriaan di panggung seni
empat musisi ceria memainkan alat musik
ha..hi..ho..hu..
empat..tiga..dua..satu..

cerah langit bermandikan sinar bintang
gemerisik angin menebar aroma bunga cempaka
hai..yo..cihui..ahhh..
delapan..tujuh..enam.lima

suara itu menyeruak gendang telingaku
bawakan riak cinta nirwana
kuhirup segarnya madu tembang nan menawan
kuingin hangatnya membara di dada
selalu...

(elegi malam di summarecon mal serpong)