Wednesday, March 6, 2013

Pemilukada: Tugas vs Makan-makan

Wisata kuliner itulah yang ada di benak ketika saya mendapat tugas berkeliling ke beberapa daerah mempersiapkan program debat pemilukada untuk tv tempat saya bekerja. Sejak akhir 2012, saya harus mengunjungi Bandung, Makassar, dan Medan. Yang pasti tidak hanya sekali, dalam kurun waktu 4 bulan saya berulangkali ke kota-kota tersebut. Sepertinya tukang parkir dadakan bandara Soekarno Hatta bisa hafal wajah saya (hahahaha, ge er banget yah?)

Sambil menyusun baju ke dalam ransel (biasanya memang cuma bawa ransel karena cuma 3 hari bepergian) saya seringkali menyusun akan makan ke mana di kota tujuan. Bayangkan kerja belum tetapi tujuan isi perut sudah jelas. Untung saja bos saya tidak tahu isi benak saya tersebut. Hahahaha. Tapi yang penting kerjaan beres, kan?

Mungkin di antara Anda ada yang lebih tahu tujuan lokasi makan yang seru di Bandung, Makassar dan Medan. Namun buat saya ada tempat-tempat yang memuaskan. Kaki lima tentunya. Rasa lebih nendang, harga tak membuat isi dompet melayang.

Di Bandung, saya akan berkunjung ke Dago. Ada sebuah warung berukuran sedang yang jualan utamanya yoghurt dan peuyeum bakar. Manisnya cukup di lidah saya yang sudah berhati-hati dengan gula dan lemak karena faktor U. Oh ya, kalau kembali ke Jkt pun saya menyempatkan diri untuk beli oleh-oleh di sekitar BTC. Di sini saya menyukai cheese stick dan pisang coklatnya. Seorang pelayannya pun menarik untuk dilihat dan diajak ngobrol.

Panassssss!!! Itulah yang terasa di Makassar terutama di siang hari. Namun makanan yang paling menarik bagi saya adalah Coto pedas di warung pengap di sekitar Pelabuhan Nusantara. Huaahhhh. Keringat dan desisan kepedasan di mulut menyertai setiap suapan coto yang gurih dan gigitan ketupat.  Sedangkan di malam hari, ikan bakar rica-rica adalah hidangan yang asik untuk mengisi perut. Ada satu jenis hidangan ikan yang saya temukan dan segera menjadi kesukaan saya. Ikan kudu-kudu namanya. Yang khas dari ikan ini adalah kulitnya keras seperti cangkang, namun dagingnya cukup lembut dan kenyal. hanya saja tidak sekenyal tongkol atau tuna.

Ikan kudu ini sepertinya dibelah dengan gergaji (masak sih?) mengingat kerasnya si cangkang sebelum dibakar. Saya menyukainya bila separuh badan dibumbu rica dan separuhnya bumbu manis. Hmmm. Apalagi durinya pun sedikit sehinggga tidak sulit untuk dinikmati.

Kalau di Medan, maka sup sumsum dan durianlah tujuan saya. Wuiihhh itu makanan pantangan buat mereka yang kadar kolesterolnya  dan darah tinggi. Tapi bayangkanlah lembutnya sumsum yang disedot menggunakan sedotan setelah disiram kuah gurihnya. Sluuurppp. Hmmmmm. Setelah itu sisa-sisa daging yang menempel di tulang sapi nan besar itu sayang untuk dilewatkan.

Kalau soal durian, tentu Ucok Durenlah tujuannya. 24 jam sehari dan sepanjang tahun dengan duren lokal yang manis, legit serta sedikit pahit. Monthong sih lewaaattt. Tak cukup dua butir duren sebesar kepala yang terbuka untuk memuaskan lidah ini. Setelah itu duren di kotak menjadi sasaran. Rp. 300 ribu untuk oleh-oleh keluarga di rumah yang juga jago makan duren.

Pemilukada adalah acara bagi rakyat untuk memilih siapa pemimpin di kota/kabupaten atau provinsinya. Setiap 5 tahun mungkin bisa berganti. Tetapi urusan lidah, saya mohon maaf untuk tetap menyukai makanan-makanan lokal sampai tubuh ini tak mampu menanganinya.

Salam kuliner
Indi


No comments: