Sunday, April 27, 2008

Kasih Ibu

Lihatlah tangan-tangan yang membawa ribuan asa
Merajut kedamaian di setiap geraknya
Menjadikan dirinya sebagai tempat perlindungan bagi anak-anaknya
Dan peraduan yang nyaman untuk suaminya

Anakku, lihatlah masa depan yang terentang
Berbagai kemungkinan tertuang di setiap detik
Namun, janganlah takut wahai anak-anakku
Rumah ini akan selalu menjadi pelabuhanmu

Singgahlah saat engkau payah berjuang
Rebahlah di pundakku saat lututmu goyah
Tidurlah di pangkuanku saat matamu lelah
Anakku, Ibumu takkan berhenti mendoakanmu

PS: Untuk para Ibu yang mengerjakan pekerjaan rumah yang tidak pernah selesai. Selamat Hari Kartini

Tuesday, April 15, 2008

Pilkada

Dalam seminggu terakhir dua provinsi besar mengadakan perhelatan pesta demokrasi lokal. Jawa Barat sudah melaksanakannya 13 April lalu dan Sumut 16 April. Ini tidak main-main, karena yang terpilih akan memimpin sekitar 60 juta jiwa. Sumber daya dan uang yang berputar di kedua provinsi itu memberi kontribusi signifikan bagi Indonesia. Tidak heran media memberi perhatian luar biasa terhadap proses pilkada di kedua provinsi itu.

Kaum jurnalis memberi panggung utama untuk para kontestan. Pada pilkada Jawa barat, hampir semua media cetak nasional menjadikan kemenangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf sebagai laporan utama. Selain Jawa Barat memiliki kedekatan dengan Jakarta pusat segalanya di Indonesia, juga karena kemenangan pasangan berakronim Hade yang mengejutkan.

Bagaimana dengan Sumatera Utara? Kecuali masyarakat Sumatera Utara, mungkin tidak banyak yang mengenal kelima pasangan kandidat. Atau kalaupun ada, nama pasangan Mayjen (Purn.) Triamtomo dan Benny Pasaribu; asing-masing adalah mantan Pangdam I Bukit Barisan dan Anggota DPR. Sehingga banyak orang menjagokan pasangan tersebut untuk menduduki kursi no 1 dan no 2 di Sumatera Utara.

Namun seringkali ramalan tinggal ramalan. Ada hal lain yang tidak terangkum dalam pengambilan kesimpulan, tetapi justru menjadi faktor penentu keberhasilan dalam pilkada.

Walaupun didukung oleh mesin politik besar yaitu Partai Golkar dan Partai Demokrat, Danny Setiawan gagal menduduki lagi kursi Gubernur Jawa Barat. Sedangkan Agum Gumelar yang pernah menjadi pejabat tinggi TNI dan Menteri Perhubungan didukung PDIP gagal lagi untuk kedua kalinya setelah di pilkada DKI.

Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf hanya memiliki dua partai penyokong yang relatif kecil yaitu PKS dan PAN, tetapi berhasil menjadi juara. Banyak orang bilang (perlu penelitian lebih lanjut) keberhasilan keduanya tidak lepas dari nama tenar Dede Yusuf yang kondang sebagai aktor; apalagi mengacu pada keberhasilan Rano Karno menduduki posisi Wakil Bupati Tangerang (tentu saja tetap harus diperhitungkan posisi Bupati Ismet iskandar yang incumbent dan didukung Partai Golkar dan PDIP).

Saya rasa pilkada selalu memberikan kejutan-kejutan. Kecuali kisruh Pilkada Maluku Utara, masyarakat Indonesia kian dewasa dalam menyikapi hasil. Bentrokan horizontal dapat ditekan (jika tidak dapat disebut menghilang), dan menyerahkan berbagai masalah yang timbul ke pengadilan). Bandingkan dengan begitu banyaknya persoalan antarwarga yang kerap pecah di berbagai daerah dalam kurun waktu pascareformasi hingga Pemilu 2004 (maaf data tak ada, dan hanya pengamatan subyektif penulis).

Persoalan lain yang membuat saya terheran-heran adalah uang yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan pemilu, pilkada dan uang untuk kampanye para kandidat. Triliunan rupiah! Mungkin puluhan triliun rupiah. Waaahh luar biasa. Sebetulnya Indonesia kaya sehingga untuk menyelenggarakan pesta (yang tanpa makan-makan) demokrasi itu kita mengeluarkan uang dari APBN, APBD dan kantung para kandidat begitu besar.

Ini cuma berandai-andai; andai uang sebesar itu untuk memperkuat ekonomi kita dalam bentuk kredit lunak para entrepeneur mikro, dan membuka lapangan kerja, rasanya kita akan semakin nyaman hidup di negeri ini. Tapi apa mau dikata, keputusan para wakil rakyat sudah jelas, harus ada pilkada langsung, ya sudah deh.

Mari kita simak terus pesta demokrasi daerah dan nasional terus menerus di televisi kita, koran kita. Biarkan yang menang bergembira dan penyelenggara pemilihan bersuka karena lancar dengan uang yang kita setorkan ke negara.

indi

Friday, April 11, 2008

Berbasah Ria

Ini adalah yang keduakalinya saya dicemplungin ke kolam renang. Dongkol karena baju dan celana basah tak ada ganti selama bekerja; senang, karena saya merasa teman-teman peduli dengan kehadiran dan ketidakhadiran saya. Lho kok? Apa hubungan antara dicemplungin dan kepedulian?

Ceritanya begini.

Setelah dua hari tidak ngantor (maklum mau pindah jadi males-males gitu), tiba-tiba saja saya ingin melihat teman-teman bekerja. Kan saya masih terdaftar di tempat lama, dan juga saya berencana mengurus persoalan lain ke HRD.

Jadilah saya ke kantor setelah subuh. Cuaca dingin menyengat. Udara putih oleh kabut musim pancaroba. Jalanan masih sepi dari pengendara. Padahal biasanya sekitar pukul 5 jalan tol Bintaro-JORR sudah ramai dengan mobil dan truk. Mungkin karena habis hujan, sehingga orang masih malas berangkat pagi-pagi. Perjalanan saya lalui dengan cepat, sehingga dalam waktu kurang dari setengah jam saya telah sampai di Senayan City.

Rupanya teman-teman tengah merencanakan sesuatu bagi Bayu yang berulang tahun hari itu. Tahun lalu, kami menyediakan satu kur muffin berlilin sebagai kejutan setelah siaran berakhir. Kurang lebih hal serupa pun disiapkan. Bedanya, selain ada tart berukuran sedang, juga teman-teman bersiap menceburkannya ke kolam renang. Kami bersiaran dari tepi kolam renang apartemen di Senayan City.

Menjelang siaran berakhir, hamper semua teman turun ke tempat Bayu dan Nova cuap-cuap. Saat berita terakhir usai, kami semua menyerbunya. Wajah Bayu memerah dengan mata berbinar senang. Kue pun dipotong di bawah sorot kamera. Dan ucapan selamat mengalir penung keriangan. Namun itu belum berakhir.

Di bawah komando Nova, kami semua mengejar Bayu untuk dimasukkan ke kolam. Entah karena kurang cepat atau Bayu lebih sigap, ia dapat menghindar dari sergapan. Alhasil gagallah rencana tersebut.

Kehilangan mangsa membuat massa orang-orang terpelajar dan terdidik ini mata gelap. Tiba-tiba terdengar suara: tak ada Bayu, Indiarto pun jadilah. Lho kok? Iya, dia kan mau pergi, biar ada kenang-kenangan.

Serentak semuanya menyerbu saya. Tak sempat mengelak, karena masih terkaget-kaget, saya terpegang erat untuk siap dicemplungkan. Masih untung ada yang mengingatkan agar semua hape, dompet dan kunci mobil diamankan.

Usaha untuk meronta sia-sia belaka. Pertama karena saya kalah banyak, kedua posisi saya terjebak di tepi kolam dan ketiga saya belum melek betul. Setelah memastikan tidak ada barang berharga di kantong, byurr…..saya didorong ke kolam.

Aduuhhhh…basah deh. Diiringi derail tawa kemenangan teman-teman yang nakal itu, saya keluar dari air. Dingin langsung menyengat tanpa ampun, apalagi di ketinggian Senayan City angina bertiup agak kencang.
Saya teringat peristiwa serupa tiga tahun lalu saat SCTV menyelenggarakan audisi presenter di Malang. Beberapa saat setelah pengumuman pemenang audisi, para finalis lomba beramai-ramai mencebutkan saya ke kolam renang. Sialnya dua hape dan dompet masih ada di kantong. Dengan gegap gempita saya merasakan air kolam tanda kegembiraan dan terima kasih (apa ya?). Jadilah kedua hape itu tewas seketika karena korslet dan surat-surat termasuk uang di dompet benyek.

Sekali lagi bagi saya ini karena teman-teman mempedulikan kehadiran saya di sisi mereka, sehingga ada perayaan sejenis. Karena bias saja mereka tidak melakukan apa-apa bila saya punya hajat atau ulang tahun, jika saya tidak menjadi teman baik mereka.

Walaupun kini kunci remote mobil saya korslet terkena tetesan air, saya menganggapnya sebagai hadiah karena teman-teman gembira menjadikan saya kolega kerja mereka.

I am gonna miss u guys, I really am.

indi

Wednesday, April 9, 2008

Old and New Place

Sudah lebih dari seminggu saya tidak ngutak-atik blog. Rasanya seperti ada yang hilang. Pikiran yang bertumpuk tidak tersalurkan; untungnya tidak jadi jerawat. Berbeda jika berhadapan dengan monitor dan mulai menuliskan semua perasaan dan catatan setelah melihat banyak hal setiap hari. Blog ini seperti "pensieve" bagi tokoh-tokoh di buku Harry Potter rekaan JK Rowling. Seperti tempat khusus untuk meletakkan pikiran-pikiran berbentuk benang-benang perak dan yang dapat diambil dengan tongkat sihir dari kepala. Alangkah mudahnya.

Seminggu lebih saya menyatakan mundur dari pekerjaan lama. Beberapa kali pula saya mengantor ke tempat baru. Ada yang aneh dalam hidup selama seminggu itu. Sebelumnya saya harus melek sepanjang malam selama 5 hari dalam seminggu untuk mengerjakan program berita pagi. Kini tidak lagi. Walaupun masih beberapa kali menggantikan seorang teman siaran, saya tidak harus bergadang. Cukup berangkat subuh dan pulang siang hari. Bahkan dua atau tiga hari, saya tidak ngantor. Hmmm enaknya. Tidur nyaman, bangun pun segar.

Karena itu pula blog tercinta ini belum sempat tersentuh. Maklum, untuk ngerjainnya kan harus di kantor biar dapat internet gratis, hehehe.

Pagi ini ada yang luar biasa. Entah kenapa saya ingin sekali berangkat pagi untuk menemui kolega-kolega yang sebentar lagi menjadi ex-colleagues; walaupun memang ada rencana untuk ke HRD mengurus pengunduran diri saya.

Hari masih gelap, bahkan kabut tebal di sepanjang perjalanan. Udara dingin menyengat, karena musim pancaroba. Saya tutup jendela mobil tanpamenghidupkan pendingin udara, agar hawa hangat menyegarkan mata yang masih belum mau kompromi.

Program sudah berjalan setengah jam, saat saya memasuki ruang siaran. Sambutan teman-teman membuat saya terkejut. Layaknya teman lama yang tak pernah terlihat, mereka menyapa. Ah inikah persahabatan sejati? Atau hanya karena mereka tahu akan segera saya tinggalkan. Apapun itu, saya tetap jengah menerimanya. Maklum, selama 15 tahun saya bekerja di perusahaan ini, tidak pernah sekalipun saya memperoleh sambutan sedahsyat itu.

Berhadapan dengan para produser, membuat saya seperti diingatkan lagi bahwa saya masih rekan kerja. Satu per satu laporan disampaikan baik yang menyenangkan, mengharukan hingga mengesalkan. Hal itu membuat saya berpikir, tidakkah mereka sadar, kalau saya akan meninggalkan mereka sebentar lagi? Yang membuat luka lama teringat kembali adalah sebuah gesekan baru yang timbul antara salah satu produser dan atasan kami.

Hanya karena persoalan berita yang dinilai tidak pas penempatannya, atasan menlis sebuah teguran melalui media yang terbuka. Sang produser tidak puas dengan teguran itu dan menulis jawaban dengan media yang sama. Menurut saya, jawaban sang produser sudah benar dengan mekanisme yang tepat; bahkan teguran sang atasan tidak layak, tanpa mendengar secara langsung dari yang bersangkutan mengapa ada hal yang dinilainya tidak pas. Toh itu bukan sesuatu yang prinsip.

Yang bisa saya ingatkan kepada teman produser tadi adalah berhati-hatilah dengan atasan seperti itu. Jangan sampai timbul masalah baru karena tulisan-tulisan yang bisa diinterpretasikan lain, tambah saya. Saya hanya tidak ingin masalah saya terulang kembali, yaitu perseteruan tertutup dengan atasan.

Entah kenapa, akhirnya rekan saya tadi menghapus tulisannya. Padahal tak sedikitpun dorongan saya yang bertujuan untuk menghilangkannya, memperhalusnya lebih tepat. Yah begitulah tidak semua atasan dapat menerima jawaban bawahan yang mungkin lebih benar.

Persoalan di tempat lama ini saya rasa bisa memicu ketidakpuasan para prajurit di lapangan. Proses kreatifitas dalam berkarya bisa terganggu, karena atasan cenderung memasung pikiran-pikiran baru dengan hal-hal yang tidak prinsip.

Saya berkata dalam hati; jika saya mulai bertugas di tempat baru, I will do everything as wise as possible and treat everyone as high as possible.

Bagaimana menurut Anda?

indi