Tuesday, April 15, 2008

Pilkada

Dalam seminggu terakhir dua provinsi besar mengadakan perhelatan pesta demokrasi lokal. Jawa Barat sudah melaksanakannya 13 April lalu dan Sumut 16 April. Ini tidak main-main, karena yang terpilih akan memimpin sekitar 60 juta jiwa. Sumber daya dan uang yang berputar di kedua provinsi itu memberi kontribusi signifikan bagi Indonesia. Tidak heran media memberi perhatian luar biasa terhadap proses pilkada di kedua provinsi itu.

Kaum jurnalis memberi panggung utama untuk para kontestan. Pada pilkada Jawa barat, hampir semua media cetak nasional menjadikan kemenangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf sebagai laporan utama. Selain Jawa Barat memiliki kedekatan dengan Jakarta pusat segalanya di Indonesia, juga karena kemenangan pasangan berakronim Hade yang mengejutkan.

Bagaimana dengan Sumatera Utara? Kecuali masyarakat Sumatera Utara, mungkin tidak banyak yang mengenal kelima pasangan kandidat. Atau kalaupun ada, nama pasangan Mayjen (Purn.) Triamtomo dan Benny Pasaribu; asing-masing adalah mantan Pangdam I Bukit Barisan dan Anggota DPR. Sehingga banyak orang menjagokan pasangan tersebut untuk menduduki kursi no 1 dan no 2 di Sumatera Utara.

Namun seringkali ramalan tinggal ramalan. Ada hal lain yang tidak terangkum dalam pengambilan kesimpulan, tetapi justru menjadi faktor penentu keberhasilan dalam pilkada.

Walaupun didukung oleh mesin politik besar yaitu Partai Golkar dan Partai Demokrat, Danny Setiawan gagal menduduki lagi kursi Gubernur Jawa Barat. Sedangkan Agum Gumelar yang pernah menjadi pejabat tinggi TNI dan Menteri Perhubungan didukung PDIP gagal lagi untuk kedua kalinya setelah di pilkada DKI.

Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf hanya memiliki dua partai penyokong yang relatif kecil yaitu PKS dan PAN, tetapi berhasil menjadi juara. Banyak orang bilang (perlu penelitian lebih lanjut) keberhasilan keduanya tidak lepas dari nama tenar Dede Yusuf yang kondang sebagai aktor; apalagi mengacu pada keberhasilan Rano Karno menduduki posisi Wakil Bupati Tangerang (tentu saja tetap harus diperhitungkan posisi Bupati Ismet iskandar yang incumbent dan didukung Partai Golkar dan PDIP).

Saya rasa pilkada selalu memberikan kejutan-kejutan. Kecuali kisruh Pilkada Maluku Utara, masyarakat Indonesia kian dewasa dalam menyikapi hasil. Bentrokan horizontal dapat ditekan (jika tidak dapat disebut menghilang), dan menyerahkan berbagai masalah yang timbul ke pengadilan). Bandingkan dengan begitu banyaknya persoalan antarwarga yang kerap pecah di berbagai daerah dalam kurun waktu pascareformasi hingga Pemilu 2004 (maaf data tak ada, dan hanya pengamatan subyektif penulis).

Persoalan lain yang membuat saya terheran-heran adalah uang yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan pemilu, pilkada dan uang untuk kampanye para kandidat. Triliunan rupiah! Mungkin puluhan triliun rupiah. Waaahh luar biasa. Sebetulnya Indonesia kaya sehingga untuk menyelenggarakan pesta (yang tanpa makan-makan) demokrasi itu kita mengeluarkan uang dari APBN, APBD dan kantung para kandidat begitu besar.

Ini cuma berandai-andai; andai uang sebesar itu untuk memperkuat ekonomi kita dalam bentuk kredit lunak para entrepeneur mikro, dan membuka lapangan kerja, rasanya kita akan semakin nyaman hidup di negeri ini. Tapi apa mau dikata, keputusan para wakil rakyat sudah jelas, harus ada pilkada langsung, ya sudah deh.

Mari kita simak terus pesta demokrasi daerah dan nasional terus menerus di televisi kita, koran kita. Biarkan yang menang bergembira dan penyelenggara pemilihan bersuka karena lancar dengan uang yang kita setorkan ke negara.

indi

No comments: