Monday, September 1, 2008

Kartu Kredit

Seorang perencana keuangan, Ligwina Hananto mengecam keras penggunaan kartu kredit yang didasarkan pada emosi belaka. Saat berbicara di Apa Kabar Indonesia pagi tadi, ia mengatakan betapa banyak orang terjebak dalam hutang yang bertumpuk akibat tidak dapat menggunakan kartu kredit secara bijak.

Kalimat-kalimat dari wanita mungil berjilbab itu membuat saya terenyak. Memang saya termasuk orang yang cukup berhati-hati dalam memiliki dan menggunakan kartu sakti itu (Sampai saat ini saya hanya punya 1 kartu kredit dengan pengeluaran yang sangat saya batasi). Namun kalimat kerasnya itu menunjukkan bahwa banyak orang merasa kartu kredit bukan kartu untuk kredit tetapi kartu sakti yang dapat memebrikan uang tambahan. Akibatnya muncullah istilah gali lobang tutup lobang. Mencari hutang dari kartu kredit lain untuk menutup hutang dari kartu yang lain.

Saya sering mendapat telpon dari suara-suara ramah, mendayu dan seksi yang menawarkan utang sampai ratusan juta rupiah karena saya menjadi nasabah bank yang mengeluarkan kartu kredit saya. Iming-imingnya menggiurkan, yaitu proses cepat tidak ribet dan langsung transfer. Namun masalahnya saya kadang lupa menanyakan berapa bunga. Nah ini yang sering jadi masalah.

Para marketer atau penjual kredit tanpa agunan kartu kredit tampaknya selalu menyembunyikan berapa bunga yang dikenakan pada calon peminjam. Jika si penjual tidak ditanya informasi itu pasti tak akan dimunculkan. Berhubung saya berpendirian berhutanglah seminimal mungkin, saya tidak menanggapi tawaran-tawaran tersebut. Namun pada satu kesempatan saya menanyakan besaran bunga kredit itu dan kemudian saya terkaget-kaget mengetahuinya. 3-4 persen per bulan. Ck ck ck.

Seorang pemirsa menyampaikan pengalamannya tentang kartu kredit yang telah menghancurkan hidupnya sehingga ia menyatakan jangan ada lagi orang yang terjebak sepertinya. Dikisahkan, ia pernah memiliki sampai 12 kartu kredit. Dan ia menggunakannya untuk membiayai usahanya. Namun karena satu sebab usahanya gagal dan ia menanggung hutang sampai sekarang. Dengan emosional ia meminta jangan sampai orang mengalami masalah sepertinya.

Ligwina dengan bijak menyatakan kartu kredit tetap dapat diperlakukan dengan baik selama kita tetap mengukur kemampuan kita membayar. Seberapapun jumlah kartu kredit itu. Ia menyebutkan 30 persen penghasilan kita dapat digunakan untuk berhutang termasuk untuk membayar kartu kredit. Toh ada keuntungan-keuntungan yang bisa kita dapatkan di antaranya potongan untuk pembelian-pembelian tertentu.

Saya pikir memang yang disalahkan bukanlah kartu kreditnya karena ia tetap benda mati. Kitalah yang bersalah karena otak dan kemauan kitalah yang menyebabkan berbagai masalah datang melalui benda seperti kartu kredit.

indi

No comments: