Tuesday, March 3, 2009

Pekuburan untuk Semua

Sudah pasti untuk semua, karena setiap orang akan meninggal. Itulah makna harafiah dari kubur dan pekuburan. Namun yang saya maksud bukan itu. Selain perlambang kesedihan, karena membawa arti perpisahan yang sebenarnya, makam justru menyediakan hidup untuk sekelompok orang. Itulah pengalaman yang saya temui hari ini. Begini ceritanya:

Senin malam selepas membawakan program rutin, saya mendapat pesan singkat. Isinya: ibunda salah seorang rekan saya meninggal dunia. Karena letak rumahnya terlalu jauh dari perjalanan pulang, saya memutuskan untuk mengikuti pemakaman esok hari.

Pukul 10 kurang saya tiba di Tempat Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta Pusat. Rombongan keluarga yang berduka dengan jenazah yang akan dikubur belum tiba, sehingga saya berkesempatan memandang sekeliling. Ini adalah saat pertama saya dapat mengamati situasi sebuah kompleks "rumah masa depan". Hasilnya cukup mengejutkan.

Gambaran muram sebuah makam yang sepi jauh dari aktifitas manusia jauh sama sekali. TPU Karet Bivak cukup ramai. Bukan! Mereka bukanlah keluarga yang berduka, yang mengantar seorang kerabat ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Mereka adalah orang-orang yang hidup justru dari pemakaman itu!

Mari kita hitung bersama. Pertama sudah tentu para penggali kubur (rasanya tidak mungkin kita menggali kubur sendiri). Kemudian para penyabit rumput makam dan penjaja minuman (kehadiran mereka penting untuk mereka yang lelah berjemur setelah menghadiri pemakaman atau berziara). Tak ketinggalan (ini menurut saya yang menarik) sekelompok orang yang saya sebut para pendoa dan sejumlah anak-anak (terutaman perempuan berusia antara 8 sampai 12 tahun).

Dua kelompok terakhir itulah yang menjadi obyek pengamatan singkat saya. Kelompok para pendoa rata-rata berusia setengah baya. Mereka memiliki kostum khusus: berkopiah dan bersarung. Saya tidak pernah menyadari kehadiran mereka sampai aktifitas penguburan jenazah dimulai. Entah darimana sekonyong-konyong ada tiga orang ikut nimbrung di depan kubur yang baru saja ditimbun. Karena posisi saya cukup dekat dengan makam, saya mendengar jelas ajakan salah satu anggota kelompok kepada rekannya untuk segera maju ikut dalam ritual pembacaan doa.

Maaf bukannya saya mengabaikan doa dan kekhidmatan upacara, tetapi saya telanjur tertarik dengan kelompok ini. Apalagi saat doa dilantunkan, suara mereka paling keras dan mengatasi suara yang lain. Setelah doa selesai tanpa memedulikan seorang wakil keluarga yang berduka yang menyampaikan sambutan atas nama keluarga, mereka (tak ada yang mempersilakan lho) menyerbu sekotak makanan kecil yang tersedia. Tidak tanggung-tanggung, satu orang membawa lebih dari satu jenis makanan dan dibawa menyingkir dari tempat tersebut. Di bawah kerimbunan pohon, mereka menikmati bolu kukus dan kue lapis serta air mineral. Rasanya mereka puas menikmati imbalan atas jerih payah mendoakan sang jenazah.

Nah, saat kelompok pendoa mengambil kudapan itu, sekelompok anak-anak ikut berpartisipasi. Rasanya saat itu tidak kurang dari lima orang yang saya hitung. Kelompok anak-anak ini pun turut saya perhatikan sebelumnya, karena saya sempat berbincang dengan salah seorang di antaranya yang duduk di belakang saya (sebelumnya ia bertanya pukul berapa saat itu). Saya kemudian menanyakan sekolah (ia menjawab masih bersekolah di kelas lima) dan jam masuk sekolahnya (dijawabnya pukul 1 siang).

Anak-anak itu hanya duduk-duduk hingga doa selesai dipanjatkan. Mereka kemudian menyerbu kotak mekanan dengan penuh semangat (lha wong setiap orang mengambil lebih dari satu buah) dan segera menyingkir. Oh ya, mereka sempat diusir, karena dinilai mengganggu prosesi yang belum selesai.

Saya tidak ingin menilai benar salah dari aktifitas tersebut. Saya hanya terkejut melihat fungsi pekuburan yang jauh dari sekedar tempat peristirahatan terakhir kita umat manusia. Tempat Pemakaman Umum Karet Bivak mungkin bisa mewakili pemakaman umum di seluruh Indonesia, yaitu tempat yang dapat memberi hidup bagi sekelompok orang. Dalam kondisi yang ekstrim, saya pun menyaksikan tempat pemakaman umum yang dijadikan tempat mesum, tempat mencari penghidupan pelacur kelas bawah, yaitu Pemakaman Kembang Kuning Surabaya, Jawa Timur. Di antara nisan-nisan Cina yang besar, banyak perempuan menyediakan diri mereka bagi kaum hidung belang, dengan hanya Rp. 50 ribu.

Sungguh sebuah pengalaman yang membuat saya miris sekaligus takjub. Betapa kuburan dan kompleks pemakaman memiliki makna sosial yang sangat penting bagi sekelompok masyarakat marjinal (jangan-jangan kelompok ini tidak pernah terhitung di Badan Pusat Statistik). Inilah salah satu potret kehidupan di sekitar kita. Sebuah realita.

indi

5 comments:

rahma said...

banyak mas indi, fungsi pekuburan di jakarta.
-bisa buat lokasi syuting film hantu-hantuan....
-bisa jadi tempat pengungsian kalo ada gusuran dan korban kebanjiran...
antara yang hidup dan mati di jakarta, masih harus berbagi tanah.
antara yang hidup dan mati harus tetap bayar pajak sama pemerintah..hehhe

rahma said...

fungsi kuburan di jakarta:
bisa disewakan untuk lokasi film hantu2an

tempat pengungsian jika terjadi penggusuran laha, kebakaraa atau kebanjiran.

antara yg hidup dan mati di jakarta, harus tetap berbagi tanah.
antara yg hidup dan mati dijakarta, tetap harus bayar pajak sama pemerintah.

kayaknya gitu mas indi

rahma said...

kalo dikampung saya deket serpong, pekuburannya tanah wakaf masih gratis mas...,
kemarin rabu, sepupu saya juga barusaja meninggal, kena kanker, kakinya diamputasi juga, semua berawal dari cedera pas main bola. Kalau ada duit banyak mungkin bisa dapat perawatan yg lebih baik di luar negeri, dokter RSCM yg saya pikir rumah sakit pusat di indonesia, malah ikut menyarankan berobatnya ke rumah sakit negeri sebelah?? saya jadi mempertanyakan..kualitas rumah sakit di indonesia.

sebegitu tidak mampu kah, atau kurangnya fasilitas, lagi2 ngasih rujukan .'kalo bisa..ke negeri tetangga'...,

Mungkin kematian lebih baik buat sepupu saya, dibanding hidup menderita dengan kanker dan kemoterapi, belum meratapi kakinya yg teramputasi sepangkal paha, padahal cita2 jadi pemain bola.

Ping! Me Shop said...

Mas Ind, kalau di dekat tempat tinggal saya kuburan itu berfungsi juga sebagai tempat pacaran. Tempatnya yang terletak di dataran tinggi dan pemandangannya indah plus hawanya yang sejuk kan enak buat tempat berduaan...hihihihihi.....

Ping! Me Shop said...

ngomong-ngomong, koq judulnya jadi mengingatkan saya akan slogan salah satu televisi swasta ya?! hehehehe...