Monday, July 7, 2008

Makan Enak

Bagi saya nama Nyoto memiliki arti penting. Bukan saja artinya yang memang menunjukkan kenyataan hidup yang harus kita hadapi, tetapi nama itu berarti makan enak.

Begini ceritanya. Nun jauh di pojok Surabaya sebelah Barat, saya dikenalkan seorang temapn tempat makan yang sederhana, tetapi bercitarasa mantap. Tepatnya sewaktu saya mengabdi di tempat lama dan bertugas di Kota Pahlawan.

Sebagai seorang penganut Kristen Advent yang puritan dengan makanan, daging bukanlah pilihan utama makanan saya. Namun begitu diajak menikmati makanan bernama kare kambing Pak Nyoto, saya melupakan sejenak pilihan tersebut.

Bisa dibilang tidak ada yang istimewa dari rupa tempat makan itu. Panas, berdebu, sempit dan pengap. Terletak di pinggir jalan besar dan berdekatan dengan Kantor Imigrasi Surabaya Barat membuat warung tersebut benar-benar tidak higienis. Saya cukup toleran dengan tempat makan yang tidak higienis asal enak; dan inilah tempat tersebut.

Melihat makanannya pun Anda mungkin bisa mengerenyitkan dahi. Betapa tidak. Kare kambing Pak Nyoto berisi makanan yang full lemak. Bagi pengidap asam urat dan kolesterol serta penyakit jantung disarankan untuk berpikir ulang untuk menyantapnya. Di dalam kotak kaca etalase hidangan, terpampang usus, limpa, otak, torpedo (kemaluan kambing), hati, paru dan kikil. Hebatnya, semua digoreng (entah minyak gorengnya sudah berapa kali digunakan). Kita bisa memilih apa isi kare kita; sejenis, dua jenis atau campur semua.

Praktis hanya potongan jeroan itu isi mangkuk yang akan disantap. Dengan siraman kuah kare yang merah tanpa santan dan potongan kucai, kare kambing siap disantap. Oh ya kucuran air jeruk tak lupa ditambahkan serta sekepyur irisan bawang goreng. Bila ingin berbeda rasa, tersedia kecap dan sambal.

Campuran inilah yang membuat saya menyukai kare kambing yang jauh dari menyehatkan tersebut. Dalam setiap kesempatan ke Surabaya saya akan mengunjungi sang maestro kare kambing di tepi Surabaya. Seperti pada hari ini 7 Juli 2008, secara khusus saya mengajak dua teman untuk mengunjungi Pak Nyoto, walau dari tengah kota Surabaya di tengah hari bolong (saya khawatir torpedonya sudah habis jika lewat jam makan siang). Sampai-sampai sang supir taksi pengantar kami berceletuk: makan saja kok jauh-jauh mas? Kayak nggak ada makanan lain).

Setelah dipikir-pikir, pertanyaan tersebut masuk akal. Sedemikian tergila-gilanyakah saya pada makanan tersebut? Masak cuma karena jeroan saya harus menyisihkan waktu, tenaga, uang yang tidak sedikit untuk menikmatinya.

Ada yang menurut saya sangat penting dalam menikmati makanan. Selain rasa dan harga yang menjadi pertimbangan terbesar, sikap penjual dalam melayani pelanggan menurut saya berperan cukup signifikan. Adakah calon pembeli mendapat pelayanan baik dan bersahabat ketika ia hendak mengeluarkan uang pembeli makanan.

Tidak hanya rasa, aura keramahan Pak Nyoto selalu menarik ingatan bila ingin makan di Surabaya. Sesaat setelah masuk warung yang padat manusia, saya menyapa sang juragan dengan suara sedikit keras. Begitu tahu kalau saya yang memanggil, kontan ia dan isteri menyambut dengan teriakan yang jauh lebih keras. Rasanya seluruh warung bergetar oleh kehangatan sambutannya pada kami.

Tangannya yang berlumur minyak karena memotong jerohan diulurkan untuk menjabat saya. Guncangannya mantab dan disertai guyonan khas orang Surabaya. Inilah yang jarang saya temui jika makan di restoran bersih, mahal dan ternama.

Rasa enak dan harga mahal pasti biasa. Rasa enak berharga murah mungkin jarang ditemui. Tetapi sepertinya lebih jarang lagi bila ada makanan seperti kare kambing yang berharga hanya 10 ribu rupiah yang berisi banyak, enak, serta disertai keramahan yang betul-betul hangat.

What a food. It's worth to try.
indi

No comments: