Sunday, January 27, 2008

Pak Harto 2

Mengantuk sekali mata ini, ketika sebuah sms masuk ke hpku. Pak Harto meninggal? Wah, repot nih. Saya yang notabene kerja di pemberitaan kok keduluan orang awam. Sambil menunda menjawab pesan itu, sontak kuhidupkan tv. Tepat pukul 13.20 WIB, Minggu 27 Januari 2008, saya mendapat info yang mengagetkan. HM Soeharto meninggal. Lho? Bukankah beberapa hari sebelumnya kesehatan mantan presiden ini diberitakan mengalami kemajuan? Sudah makan biskuit, ventilator atau alat bantu pernafasan sudah dilepas, siap-siap makan berat dan infeksi di beberapa bagian sudah membaik. Kok? Saya hanya menjawab sms rekan saya dengan satu kata: benar.

Saya teringat kalimat seorang teman. Ia bilang orang Jawa percaya seseorang yang sakit lama dan kemudian membaik merupakan penanda ia akan meninggal dunia. Walau saya juga orang Jawa, saya tidak merasa memiliki kepercayaan itu. Apalagi pekerjaan saya membutuhkan nalar, berbasis informasi dan ilmu pengetahuan dan bukan hal-hal supranatural. Tidakkah yang dialami Soeharto merupakan penegas kepercayaan itu? Saya berkilah, itu kan hanya satu kasus dari sekian ribu kematian setiap hari yang tidak dapat didata dan diambil kesimpulan secara statistik. Tetapi ada yang tidak dapat sayamungkiri, bahwa saya menemukan beberapa kass serupa. Seseorang yang membaik dari jeratan penyakitnya yang kronis kemudian meninggal dunia.

Sebagai lulusan Fakultas Farmasi sebuah Universitas negeri di Surabaya, saya mengenal betul ilmu kesehatan dan obat-obatan (tapi jangan bilang-bilang ya IPku cuma untuk lulus saja). Seseorang yang menderita penyakit multi organ seperti Pak Harto (jantung, paru-paru dan ginjalnya tidak berfungsi) dapat dibilang tinggal menunggu waktu. Apalagi paru-parunya secara rutin terisi cairan karena ginjalnya tidak dapat membuang cairan bekas. Susah bernafas dan racun menumpuk itulah konsekuensi yang dialaminya. Tetapi itu berita seminggu sebelumnya. Dapat dibayangkan betapa mengherankannya ketika beberapa hari kemudian penguasa orde baru itu menalami perbaikan yang signifikan. tekanan darah yang lemah menjadi meningkat, nafas membaik dan kesadarannya kembali.

Pembicaraan yang merebak bukan lagi berbasis pengetahuan, tetapi klenik. Soeharto memiliki jimat, pegangan atau ageman, sehingga nyawanya belum mau meninggalkan raga. Sekali lagi, hal-hal ilmiah tidak lagi bisa menjawab kenyataan ini, walaupun saya tidak mendapat informasi langsung dari dokter yang menanganinya. Hal-hal supranatural menjadi jawaban pamungkas yang menghentikan debat ala warung kopi dari orng-orang yang berpengetahuan medis seadanya.

Sejak dulu orang Indonesia dikenal dekat dengan hal-hal adi kodrati. Pernahkah anda memerhatikan bunga yang ditabur di perempatan jalan? Juga kebiasaan memendam ari-ari di dekat rumah yang kemudian diberi lampu. Di Bali secara rutin pagi dan petang, masyarakatnya membawa sesajen berupa bunga, biskuit dan beras untuk diletakkan di tempat-tempat tertentu. Di masyarakat tertentu, ada sebuah kebiasaan untuk memberikan sesajen pada waktu-waktu khusus bagi makhluk=makhluk tak kasat mata; baik roh leluhur maupun penunggu tempat-tempat tertentu.

Ketika menghadapi persoalan-persoalan berat, banyak kelompok orang yang menggunakan jasa mereka yang dianggap berkemampuan linuwih. Seseorang yang tak kunjung dapat pacar atau pekerjaan, ia berkonsultasi secara gaib dengan makhluk yang dianggap mendiami sebuah goa, pohon, makam atau benda-benda yang dikeramatkan lainnya.

Produk kebudayaan ini tidak otomatis hilang di tengah melajunya peradaban manusia. Thailand, negara tetangga kita dikenal sebagai salah satu negara yang cepat mengalami perbaikan ekonomi dibandingkan Indonesia. Teknologi mereka terutama di bidang pertanian jauh melampaui negeri kolam susu seperti nusantara ini. Namun faktanya banyak orang yang masih memercayai dukun-dukun, ilmu santet dan kekuatan gaib sebagai pegangan untuk menyelesaikan persoalan modern mereka. Saat Thaksin Shinawat mendapat tantangan luas karena lawan politiknya menuduh ia korupsi, ia meminta bantuan banyak dukun untuk memperkuat posisinya.

Masyarakat dunia sedang terjebak dalam situasi ambigu. Di satu sisi kemajuan teknologi dan peradaban begitu cepat bergerak, di sisi lain karena banyak persoalan tidak bisa dijawab oleh ilmu pengetahuan, banyak orang tenggelam dalam kegiatan klenik dan gaib. Ingatkah anda bahwa hampir setiap akhir tahun, cenayang, peramal dan "orang pintar" kebanjiran order untuk menolong orang-orang menghadapi tahun baru? Di manakah kepercayaan diri, nalar dan keberanian?

Memang tidak adil menghakimi orang yang memercayai sesuatu di luar hal-hal nyata. Bisa saja itulah kepercayaan yang sudah mendarahdaging sebagai produk pendidikan dan kebudayaan. Namun saya berpikir akan lebih parah bila kebiasaan yang ditoleransi itu menjadi tidak terkendali dan mengambil alih semua pikiran akal sehat yang seharusnya digunakan setiap waktu.

Percayalah kita mendapat anugerah otak yang lebih hebat dari segala benda yang ada. Tidak hanya dalam melakukan kalkulasi tetapi juga kebijaksanaan untuk dapat mengukur baik dan benar sebuah langkah dan menalar sebuah persoalan.

Peace
Indi

No comments: