Sunday, January 20, 2008

Tilang

Hi, all.

Saya sadar mengendarai mobil atau motor tanpa STNK adalah sebuah kesalahan. Namun bila STNK yang anda buat tidak juga kelar, tampaknya tak ada pilihan untuk tidak menggunakan kendaraan apalagi itu satu-satunya. Sementara kondisi memaksa kita, jarak jauh, tengah malam, untuk menggunakan kendaraan itu. Pasti berabe jika anda bertemu polisi dan ada razia, tanpa bisa menunjukkan STNK asli. That's what happened to me last night.

I was on the way to my office when the time showed 2.09 AM. It was a cold morning, with the wind blowed quite hard. Saat yang masih enak untuk bergelung di tempat tidur, tapi saya harus bertugas.

Mobil tua yang membawa saya bergerak penuh suara mengiuk melintasi jalan dari BSD Tangerang menuju Jl. Pakubuwono Jaksel, ketika razia polisi terlihat di depan. I knew this situation will happen every morning, baik razia resmi yang melibatkan puluhan polisi maupun tidak resmi, karena hanya beberapa polisi berpangkat bintara.

Rasa enggan menyerang, ketika polisi bernama Handoko (saya lihat tulisan di dadanya) menyuruhku menghentikan kendaraanku.

"Selamat pagi. Tolong surat-surat anda", ia menyapa sambil memintaku menunjukkan SIM dan STNK.
"Ini SIM. Tetapi STNK berupa fotokopi karena masih dalam proses pengurusan". saya memberikan surat-surat yang diminta.
"Wah, anda bisa ditilang dan mobil ditahan karena STNK tidak sah".
"Maaf, tetapi apa yang bisa saya perbuat? Bekerja dini hari sedangkan STNK sudah 3 bulan diurus belum selesai." Saya berargumen.
"Kalau begitu kita menghadap atasan". Memang dilema buat sang abdi negara, karena di satu sisi ia harus melaksanakan tugas, di sisi lain ia tidak suka berargumentasi dengan seorang pegawai perusahaan penyiaran seperti saya.

Sambil berjalan menuju sang atasan nun jauh di sana, saya melihat berkeliling. Banyak pula yang harus berurusan dengan aparat dalam razia ini, karena macam-macam alasan. Entah karena STNK seperti saya, tak ada SIM atau peralatan kendaraan yang tidak lengkap. Waduh, how inconvenient to have problem with a policeman in the morning like this, I said to myself.

"Ada apa?" tanya seorang pria paruh baya, yang saya kira atasan Handoko, si polisi.
Sambil mengangsurkan SIM dan foto kopi STNK saya, Handoko menyampaikan permasalahan saya.

"Ada identitas anda?" tanyanya penuh curiga kepada saya.
Saya pun mengangsurkan kartu nama (biasanya saya banggakan kartu nama itu karena tercantum jabatan yang lumayan bergengsi).

Ia tidak segera menerima kartu nama itu.
"Kartu identitas," desaknya.
"Maaf kartu itu dipakai untuk mengurus STNK, jadi saya tidak memegangnya saat ini", saya berkilah (ini tipu-tipu, karena kartu saya tergantung di meja kerja saya di kantor).

Tahukah anda, tidak mudah untuk meyakinkan sang pejabat polisi mengingat tidak ada foto di kartu nama, cuaca gelap (lampu remang-remang di atas jalan) dan semua orang lelah (pastilah). Namun sekali lagi saya berkeras menyatakan ini semua bukan kesalahan saya (bukankah saya berniat baik, dengan membawa SIM, foto kopi, sopan dan berniat menyelesaikan secara hukum.

Mungkin karena bosan berargumentasi dengan saya, akhirnya sang pejabat polisi menyerahkan surat-surat saya dengan tekanan untuk segera menyelesaikan pengurusan STNK. Plus ancaman tidak ada jaminan kelonggaran bila razia dilakukan oleh tim yang lebih lengkap dan tinggi.

Di perjalanan ke kantor, saya berpikir betapa tidak enaknya menjadi polisi (apalagi yang berpangkat rendah). harus bekerja keras tanpa kenal waktu, dengan gaji rendah. Harus menghargai hirarki, tetapi juga harus berhati-hati dengan orang-orang yang memiliki akses ke atasannya.

Saya bersyukur saya bekerja di tempat saya sekarang ini. Gaji so pasti, kemudahan banyak serta seabrek hal yang membuat hidup ini berwarna. Thank God.

Indi

No comments: