Saturday, November 8, 2008

Durian Medan

Saat itu tidak ada yang lebih menyebalkan daripada tidak bisa berlibur setelah seminggu penuh bekerja ekstra padat. Itulah yang terjadi pekan ini. Lima hari penuh saya harus bekerja pagi-pagi buta hingga malam tiba atau lebih dari dua belas jam. Jumat kemarin saya sudah berencana untuk tidur nikmat selepas pulang sore hari. Namun apa lacur menjelang sore perintah itu datang (sebetulnya salah sendiri). Saya bertanya pada atasan tentang wakil kantor yang akan dikirim menghadiri pernikahan rekan kami di Medan Minggu siang. Saya menanyakan hal itu, karena tidak ada tanda-tanda pengiriman orang dan semua perhatian tertuju pada siaran langsung rencana eksekusi pelaku Bom Bali I Amrozi cs. Ups, I am wrong. Perintah itu langsung turun kepada saya saat itu juga. You, he said, go!

Mata yang saat itu separuh menutup karena serangan kantuk segera membuka lebar. Gua? Tanya diri dalam hati. Wah sial neh (lagi-lagi dalam hati). Langsung saya bayangkan kapan mata ini enak terpejam di atas bantal dan kasur nan empuk dilingkari lengan-lengan halus isteri dan anak-anak. Harapan pulang agak siang pun batal. Saya harus mengurus tiket dan berkas-berkas wawancara, karena ada beberapa pelamar yang akan mengisi sebuah posisi di biro Medan.

Wait wait wait, saya langsung teringat satu hal yang membuat pikiran saya lebih tenang menyambut tugas itu. Medan, bung. Ada yang sulit ditemukan di Jakarta pada hari-hari ini, yang banyak dan berharga murah dan pasti enak. Bukan bika ambon, bukan bolu meranti yang berlemak itu. Yesss dureeeennnn!!!!!!

Sudah terbayang protes belahan jiwa saya saat ia mendengar suaminya akan pergi lagi akhir minggu. Bayangkan untuk yang ketiga ia tak ada di rumah karena keluar kota. Ckckckc. Suami macam apa saya ini. Apa mau dikata, lha wong suaminya masih orang gajian dan bawahan. Belum termasuk protes precil-precil yang sudah mulai tahu minta jatah jalan-jalan akhir minggu. Ya terpaksa ada janji-janji manis sepulang dari Medan.

Sabtu dinihari, saya meluncur ke bandara. Usaha untuk mendapatkan pesawat yang lebih siang tidak berhasil. dengan Batavia air di penerbangan pertama saya meninggalkan Jakarta. Praktis tidak ada masalah selama penerbangan. Atau saya mungkin tidak sadar, karena begitu duduk saya tidak lagi merasakan apa-apa alias tidur pulas sampai pesawat hampir mendarat.

Setelah mendarat dan beristirahat dua jam di hotel saya dijemput untuk mewawancarai empat pelamar. Di tengah-tengah wawancara itu, tawaran yang paling saya tunggu pun datang. Salah seorang staf di biro menanyakan makanan untuk saya. Langsung saya jawab: durian. Loh, kok makan durian? Bukannya makan nasi dulu? No way, kalau makan nasi dulu pasti saya tak mampu menghabiskan durian yang akan dibelikan. Lalu kalau makan durian dulu, kasihan nasinya yang akan dibeli. Jadi hanya durian.

Akhirnya setelah wawancara selesai, saya digiring ke belakang kantor. Pertama yang tercium adalah bau khas durian yang menyengat. Langsung saya yakin pasti mantap rasanya. Kemudian yang terlihat adalah setumpuk duren seukuran bola kaki. Ckckck. Ini namanya luarrr biasa.

Tak sampai hitungan detik, saya ambil sebuah durian untuk saya injak. Beberapa teman kaget dengan perilaku saya. Kenapa tidak pakai pisau. Saya yakinkan mereka, jika durian ini baik ia akan mudah terbuka saat diinjak. Benar, dalam dua hentakan terbukalah durian itu. Terpampang rangkaian daging putih yang kering, harum, dan ketika saya cukil sedikit, hmmm manissss rasanya.

Saya adalah penggemar durian. Dalam setiap kesempatan pulang kampung ke Madiun di akhir tahun, saya akan menyempatkan diri berburu durian sampai ke Ponorogo. Bagi saya durian kampung jauh lebih eksotis daripada durian monthong yang sebesar semangka. Durian yang katanya dari Thailand itu walaupun berbiji kecil dan berdaging tebal, bagi saya telalu kering, manisnya kurang tajam dan tak cukup menggugah selera.

Durian Medan disebut-sebut selalu tersedia sepanjang tahun. Kemudahannya ditemui di kota Medan membuat banyak penggemar durian akan selalu menyempatkan diri menikmati buah tropis ini setiap berkunjung ke Medan.

Namun saya menyesal tidak memiliki pengetahuan untuk mengenali jenis-jenis durian yang saya nikmati. Hanya ada rasa manis, ngarak (jika sudah muncul rasa pahit akibat daging buahnya mengalami fermentasi), dan hambar. Akibatnya saya tidak bisa menunjukkan durian macam apa yang paling baik dikonsumsi.

Rasanya kita bisa berbagi informasi bila membicarakan buah yang satu ini guna menambah pengetahuan.

indi

No comments: