Wednesday, November 19, 2008

Grafologi

Mulai saat ini saya berjanji (ini sebetulnya salah satu beban, karena yang lama pun belum terpenuhi) untuk selalu menuliskan kesan saya terhadap tamu-tamu dialog saya di Apa Kabar Indonesia Pagi.

Tidak pernah terpikir untuk menyelesaikan persoalan kejiwaan dengan hal-hal di luar diskusi berupa curhat atau dialog. Hari ini salah satu tamu dialognya adalah seorang psikolog yang khusus menangani para kliennya dengan tulisan. Artinya klien ia suruh menulis, tulisannya dianalisa dan diberi saran atau terapi juga dengan cara menulis. Aneh kan? Minimal bagi saya hal itu tidak masuk diakal. Ini adalah lanjutan dari dialog sehari sebelumnya, yang kami anggap kurang cukup waktu walau menarik.

Mbak Shinta, Sang psikolog itu bertutur kata lembut yang rasanya tipikal wanita penyabar. Jilbab yang digunakannya menambah kesan anggun. Yang menarik kalimat-kalimatnya meluncur dengan lugas seperti berbicara pada anak-anak sekolah.

Bersama seorang anak autis berusia 14 tahun dan ibunya, sang psikolog menggambarkan betapa grafologi berhasil menyelesaikan banyak masalah psikologi. Irsyad demikian nama sang anak di masa kecilnya digambarkan tidak dapat menulis, berbicara dan tidak mau menatap mata lawan bicara. Dari tulisannya, menurut Mbak Shinta tidak menggambarkan kepribadian yang bertumbuh. Setiap kata berukuran sama, tidak berjarak, dan seperti cakar ayam.

Setelah melalui terapi selama hampir setahun, lewat perbandingan jenis tulisan sebanyak tiga buah, Irsyad mengalami kemajuan. Ia mau menatap lawan bicara lebih lama, berbicara lebih panjang dan dapat duduk tenang. Tulisan-tulisannya sudah berbeda. Ukuran, jarak dan kejelasan tulisannya sudah terlihat.

Grafologi, menurut psikolog lulusan Amerika itu digunakan untuk meyelami kepribadian seseorang. Hal ini terlihat dari bentuk tulisan, ukuran, kejelasan huruf dan kata-katanya serta cara penulisannya. Secara umum area menulis dibagi menjadi tiga zona, yaitu atas, tengah dan bawah. Bagian atas, contohnya huruf k, l, h dan d seperti halnya bagian kepala menunjukkan imajinasi. Zona tengah, contoh huruf a, c yaitu badan adalah kawasan materialistik dan bagian bawah. Sedangkan daerah bawah seperti untuk huruf g, j, dan y menggambarkan kekokohan diri dan nafsu.

Seseorang yang memiliki keseimbangan diri haruslah mampu mengekspresikan dirinya dalam bentuk tulisan yang mencakup ketiga area. Jika tidak, salah satu area tidak akan terlingkupi dalam setiap huruf yang digoreskan. Di situlah masalahnya, sehingga cara penyelesaiannya pun diarahkan dengan menulis secara tepat sesuai zona-zona yang seharusnya.

Saya sempat mengkritisi ilmu itu, dengan mempertanyakan penerapannya pada bentuk tulisan yang dibuat-buat terutama pada tulisan indah. Shinta menyatakan tulisan boleh dibuat-buat, tetapi ada goresan-goresan yang menjadi ciri yang tidak bisa dibohongi. Ya untuk itu perlu sekolah khusus. Itu bedanya dengan sekolah psikologi biasa.

Shinta mmpersilakan teman-teman yang bersedia tilisannya dianalisa, termasuk saya. Yang membuat saya bangga, tulisan saya dikomentari sebagai gambaran orang yang tegas, detil dan to the point alias nggak mau bertele-tele (Asyiiik, kayaknya emang sih, hehehe). Beramai-ramailah kami mengantre tulisan untuk dikomentari.

selesai acara, saya meminta nomor telepon sang psikolog, karena saya pikir boleh juga nih anak-anak saya diteliti kondisi emosionalnya. Maklum anak-anak itu tidak pernah dalam kondisi seperti saya kecil yang penuh perjuangan. Apalagi si perempuan kecil buah hati saya, yang keras kepribadiannya, maunya menang sendiri dan sering menantang orang tuanya, tetapi cengeng dan kolokan. Mungkin berguna pula untuk Anda.

indi

No comments: