Hari-hari ini akan jadi menarik untuk diperhatikan. Bangsa Indonesia menunggu acara penting yang mempengaruhi kelangsungan hidup mendatang (cieeee, bisa aja nggak segitu-gitu amat). Harga BBM naik! Yang ditunggu banyak orang sejak awal bulan Mei, tetapi tak jua muncul. Padahal secara psikologis hal itu sudah mengganggu keuangan banyak keluarga Indonesia. Harga barang-barang yang sudah naik sejak Lebaran tahun lalu (bulan Oktober) tak pernah lagi turun. Dan sekarang kebingungan masyarakat dimanfaatkan sejumlah orang untuk menaikkan harga tanpa alasan yang jelas.
Tengok saja harga telur. Istri saya yang kebetulan suka masak (tidak jago sekali, tapi lumayanlah) begitu dongkol mengetahui posisi harga telur di pasar. Masih teringat petrtengahan tahun 2007, angka itu bertengger di Rp. 7000 per kg, tetapi kini rasanya kok tidak mau turun dan malah naik ke Rp. 14.000 per kg. Kebetulan saya dan anak-anak yang gemar makan kue buatan ibunya, harus mengurangi pesanan. Dulu istri biasa membuat kue dua kali seminggu, tetapi kini paling banter sekali dalam dua minggu. Maklum, sekali bikin ia bisa membutuhkan dua kilogram telur, belum termasuk tepung terigu yang harganya juga tidak rasional, margarin yang harganya sudah mencapai dua kali lipat dan gula pasir (yang satu ini masih dapat ditoleransi).
Itulah gambaran betapa gamangnya banyak keluarga karena kepastian yang tidak kunjung datang. sampai kapan halini berlangsung kita masih menunggu.
Rumor memang sudah beredar. Harga baru BBM akan diumumkan pekan depan. Nah ini kian dekat, kenapa? Karena sejak kemarin (Minggu 18 Mei, Pertamina Jakarta sudah membatasi pembelian bensin premium maksimal Rp. 75.000 untuk mobil dan Rp. 15.000 untuk motor. Kemudian mulai 15 Mei, program konversi minyak tanah (mitan) dinyatakan selesai. Artinya tidak ada lagi mitan berharga Rp. 2400 per liter. Yang ada, pembeli mitan harus mencarinya ke SPBU dengan harga Rp. 8000 per liter. Saya bayangkan masih banyak orang yang belum dapat gas dan tidak punya uang cukup untuk beli gas (karena nggak bisa ngecer).
Saya membayangkan betapa saya harus mengurangi jatah makan siang di kantor, untuk menekan pengeluaran. termasuk program diet sih, karena perut saya sudah demikian membesar susah kecilnya hehehe
This blog contains my thoughts about everything. I like absorbing events, problems, situations and share them to everyone.
Sunday, May 18, 2008
Sunday, May 11, 2008
Pak SBY dan Om Bill
Lega rasanya saat wajah Bill Gates muncul di layar televisi pada 8 Mei 2008. Persiapan, tarik menarik kepentingan dan masalah keamanan yang muncul sejak usulan ini disetujui begitu banyak. Sampai 7 Mei malam ijin untuk menayangkan kuliah umum raja Microsoft asal AS itu tak juga keluar.
Bermula dari undangan untuk meliput kuliah salah satu orang terkaya dunia yang dating ke Indonesia dua minggu sebelumnya. Kami hanya memandangnya sebagai sebuah liputan yang besar tetapi tidak luar biasa. Namun pandangan itu menjadi berbeda, ketika saya diajak bos saya untuk menemui panitia pengundang.
Saat itu kami ditawari untuk meliput seluruh kegiatan Bill dan Presiden SBY pada tanggal 9 Mei. Tentu saja kami mengiyakan, karena pastilah pertemuan itu bermakna besar bagi negeri ini. Bayangkan, orang nomer 1 di negeri berpenduduk 200 juta lebih ini bertemu dengan orang terkuat perusahaan raksasa software dunia. Wow!
Namun perjalanan menuju siaran itu tidaklah mulus (saya tidak pernah berpikir ada yang selalu mulus dan lancer dalam mengerjakan setiap tugas, karena masalah adalah tantangan). Pertama kami harus berhadapan dengan persiapan internal. Banyak sekali peralatan dan tenaga yang dibutuhkan untuk menyiarkan pertemuan tersebut. 10 kamera dengan 10 kameraman, bayangkan! Itu belum termasuk audioman, transmisi, editor, perkabelan dan PD. Oh ya produsernya dua orang termasuk saya.
Budget! Nah ini yang luar biasa. Tidak ada urusan dengan rating, karena orang Indonesia sepertinya lebih suka menonton sinetron, film atau lawak (riset AGB Nielsen Media Research menunjukkannya). Untuk program yang kayaknya bakal sepi rating ini, kami mengajukan budget yang lumayan banyak. Namun kami yakin prestise bida diraih.
Kemudian yang merepotkan adalah pendaftaran kru. Ada tiga kelompok yang semua berkepentingan di acara tersebut. Pertama Kadin sebagai penyelenggara, kedua pihak istana, yang harus menjaga keamanan Pak Presiden, dan ketiga Microsoft sebagai “pemilik” Bill Gates. Nah, tugas saya menghubungi ketiga pihak itu lumayan menguras tenaga, karena banyak orang yang harus dihubungi. Sampai malam terakhir saya dikejar-kejar atasan (dia juga dikejar-kejar boss tertinggi, yang ingin memastikan anak buahnya siap di acara tersebut) dengan pertanyaan apakah semua orang sudah siap dengan tanda pengenal. Untungnya teman-teman di Kadin bersedia menjawab pertanyaan saya yang cenderung memaksa dengan lemah lembut (mungkin bos Kadin dan pemilik perusahaan tempat saya bekerja orangnya sama).
Sekarang yang paling ribet. Tidak pernah ada kata ok yang jelas untuk penyiaran Om Bill Gates dan Pak SBY. Malam hari 12 jam menjelang kegiatan, perintah itu belum turun. Pemilik berulang-kali menelepon atasan saya untuk membicarakan itu. Keputusan sementara adalah jalan terus sampai ada tuntutan dari pihak Microsoft (setelah acara saya bertemu PR Microfot Indonesia, ia bilang ada aturan internal untuk Bill Gates yaitu tidak boleh siaran langsung). Sambil melihat pemasangan panggung dan alat siaran, kami bertemu dengan staf Setneg. Kebetulan saya sudah beberapa kali berhubungan dengan salah seorang di antaranya. Mulailah lobi dan persuasi agar teman-teman setneg bersedia mendukung siaran langsung dan meminta Presiden mengijinkannya.
Luar biasa! Pernyataan dari pihak istana siaran langsung ok! Ini yang kami butuhkan untuk memuluskan jalannya siaran esok hari. Kemudian atasan saya memerintahkan teman-teman di kantor untuk menjalankan tulisan pemberitahuan adanya siaran langsung itu.
Perasaan senang karena ijin istana hanya berlangsung lima menit. Setelah itu sebuah sms pemilik kepada wapemred menyebutkan adanya protes dari Microsoft. Kontan, tulisan itu dicabut dan ijin istana seolah tidak bermakna. Alasannya, Bill Gates dan Microsoft adalah orang yang ditunggu bukan Presiden. Kepala ini menjadi cenat-cenut. Bayangan ketidakberhasilan siaran langsung adalah sebuah kegagalan dari upaya yang dicanangkan sejak seminggu sebelumnya.
Belum lagi keputusan pada pukul berapa siaran langsung itu ditayangkan adalah sebuah keputusan sulit. Mengapa? Jadwal kedatangan Presiden ke acara simpang siur! Bill Gates dipastikan tetap pada rencana yaitu pukul 8 WIB tiba di JCC, tetapi waktu Presiden datang belum dapat dikonfirmasi. Bagian Programming dan Marketing berulangkali meminta kepastian yang sulit dipenuhi. Akhirnya dengan keberanian ditetapkanlah pukul 9.30 WIB acara dimulai.
Di tengah kegalauan dan ketidakpastian, saya pulang sekitar pukul 23.30 WIB. Udara malam yang dingin membuat kepala ini bertambah berat. Kaki pun sulit dibuat melangkah, karena sudah lebih dari 19 jam saya bekerja hari itu. Sesampai di rumah, tak ada lagi keinginan untuk membersihkan diri. Cukup dengan ganti baju, cuci muka dan kaki, saya langsung merebahkan diri di kasur yang nyaman.
Namun tidur pun bukan perkara mudah. Berbagai pikiran berkecamuk, tentang bagaimana bila ada pihak-pihak yang tidak menyetujui siaran langsung esok dan memerintahkan kami untuk mematikan semua peralatan. Terasa singkat rasanya tidur ini, karena saya segera terbangun mendengar dering telpon. Perintahnya saya harus siaran pagi harinya untuk menggantikan teman yang dinilai lebih penting berada di JCC. Siap! Namanya bawahan, perintah harus dijalankan dengan sebaik-baiknya terutama bila Anda adalah orang baru.
Dengan langkah gontai dan mata berat, pukul 5 saya meluncur ke pusat Jakarta untuk siaran di studio di sebuah pusat perkantoran. Cukup hanya sepertiga dari seluruh satu setengah jam program, saya tinggalkan program dan menuju JCC. Saya bayangkan betapa beratnya kolega pasangan siaran saya menangani para tamu selama sejam yang tersisa.
Setibanya di lokasi saya mendapati semua orang sudah siap di posisi. Peralatan terpasang tanpa masalah. Namun tetap belum ada lampu hijau untuk siaran langsung. Pemilik sempat mampir ke ruang siaran dan mengingatkan kami untuk menerapkan strategi “hit and run” saat siaran nanti. Artinya, bila ditegur kami hentikan siaran, bila tidak, siara jalan lagi. Baiklah. Doa pun dilayangkan bersama dengan harapan Tuhan berbaik hati agar kami tak kena masalah.
Tepat pukul 8 WIB, Presiden SBY tiba di pelataran JCC, yang artinya the show will begin immediately. Tak lama kemudian Om Bill datang. Pada saat yang bersamaan kamera dan siaran kami sudah “on”. Terus-terus dan terus.
Tidak ada yang protes? Tidak ada yang datang dan meyuruh penghentian siaran? Wah! This is great, man! Jalan terusss!!
Sampai akhir pidato Om Bill dan Ibu Mari Pangesti, Menteri Perdagangan yang jadi moderator acara, siaran lancar. Saya berkata dalam hati, apakah semalam ada orang yang begitu paranoid sehingga ada ancaman pelarangan siaran. Nyatanya aman-aman saja.
Dari peristiwa itu saya dapat pelajaran berharga, yaitu adalah penting untuk percaya diri, siapkan lebih dari satu rencana pendukung bila rencana utama gagal. Yang berikutnya adalah perkokoh kerjasama dengan semua orang dan semua lini. Yang terakhir, jadilah pemimpin kuat agar di bawah Anda memiliki keyakinan dengan siapa Anda bekerja.
Tabik,
indi
Bermula dari undangan untuk meliput kuliah salah satu orang terkaya dunia yang dating ke Indonesia dua minggu sebelumnya. Kami hanya memandangnya sebagai sebuah liputan yang besar tetapi tidak luar biasa. Namun pandangan itu menjadi berbeda, ketika saya diajak bos saya untuk menemui panitia pengundang.
Saat itu kami ditawari untuk meliput seluruh kegiatan Bill dan Presiden SBY pada tanggal 9 Mei. Tentu saja kami mengiyakan, karena pastilah pertemuan itu bermakna besar bagi negeri ini. Bayangkan, orang nomer 1 di negeri berpenduduk 200 juta lebih ini bertemu dengan orang terkuat perusahaan raksasa software dunia. Wow!
Namun perjalanan menuju siaran itu tidaklah mulus (saya tidak pernah berpikir ada yang selalu mulus dan lancer dalam mengerjakan setiap tugas, karena masalah adalah tantangan). Pertama kami harus berhadapan dengan persiapan internal. Banyak sekali peralatan dan tenaga yang dibutuhkan untuk menyiarkan pertemuan tersebut. 10 kamera dengan 10 kameraman, bayangkan! Itu belum termasuk audioman, transmisi, editor, perkabelan dan PD. Oh ya produsernya dua orang termasuk saya.
Budget! Nah ini yang luar biasa. Tidak ada urusan dengan rating, karena orang Indonesia sepertinya lebih suka menonton sinetron, film atau lawak (riset AGB Nielsen Media Research menunjukkannya). Untuk program yang kayaknya bakal sepi rating ini, kami mengajukan budget yang lumayan banyak. Namun kami yakin prestise bida diraih.
Kemudian yang merepotkan adalah pendaftaran kru. Ada tiga kelompok yang semua berkepentingan di acara tersebut. Pertama Kadin sebagai penyelenggara, kedua pihak istana, yang harus menjaga keamanan Pak Presiden, dan ketiga Microsoft sebagai “pemilik” Bill Gates. Nah, tugas saya menghubungi ketiga pihak itu lumayan menguras tenaga, karena banyak orang yang harus dihubungi. Sampai malam terakhir saya dikejar-kejar atasan (dia juga dikejar-kejar boss tertinggi, yang ingin memastikan anak buahnya siap di acara tersebut) dengan pertanyaan apakah semua orang sudah siap dengan tanda pengenal. Untungnya teman-teman di Kadin bersedia menjawab pertanyaan saya yang cenderung memaksa dengan lemah lembut (mungkin bos Kadin dan pemilik perusahaan tempat saya bekerja orangnya sama).
Sekarang yang paling ribet. Tidak pernah ada kata ok yang jelas untuk penyiaran Om Bill Gates dan Pak SBY. Malam hari 12 jam menjelang kegiatan, perintah itu belum turun. Pemilik berulang-kali menelepon atasan saya untuk membicarakan itu. Keputusan sementara adalah jalan terus sampai ada tuntutan dari pihak Microsoft (setelah acara saya bertemu PR Microfot Indonesia, ia bilang ada aturan internal untuk Bill Gates yaitu tidak boleh siaran langsung). Sambil melihat pemasangan panggung dan alat siaran, kami bertemu dengan staf Setneg. Kebetulan saya sudah beberapa kali berhubungan dengan salah seorang di antaranya. Mulailah lobi dan persuasi agar teman-teman setneg bersedia mendukung siaran langsung dan meminta Presiden mengijinkannya.
Luar biasa! Pernyataan dari pihak istana siaran langsung ok! Ini yang kami butuhkan untuk memuluskan jalannya siaran esok hari. Kemudian atasan saya memerintahkan teman-teman di kantor untuk menjalankan tulisan pemberitahuan adanya siaran langsung itu.
Perasaan senang karena ijin istana hanya berlangsung lima menit. Setelah itu sebuah sms pemilik kepada wapemred menyebutkan adanya protes dari Microsoft. Kontan, tulisan itu dicabut dan ijin istana seolah tidak bermakna. Alasannya, Bill Gates dan Microsoft adalah orang yang ditunggu bukan Presiden. Kepala ini menjadi cenat-cenut. Bayangan ketidakberhasilan siaran langsung adalah sebuah kegagalan dari upaya yang dicanangkan sejak seminggu sebelumnya.
Belum lagi keputusan pada pukul berapa siaran langsung itu ditayangkan adalah sebuah keputusan sulit. Mengapa? Jadwal kedatangan Presiden ke acara simpang siur! Bill Gates dipastikan tetap pada rencana yaitu pukul 8 WIB tiba di JCC, tetapi waktu Presiden datang belum dapat dikonfirmasi. Bagian Programming dan Marketing berulangkali meminta kepastian yang sulit dipenuhi. Akhirnya dengan keberanian ditetapkanlah pukul 9.30 WIB acara dimulai.
Di tengah kegalauan dan ketidakpastian, saya pulang sekitar pukul 23.30 WIB. Udara malam yang dingin membuat kepala ini bertambah berat. Kaki pun sulit dibuat melangkah, karena sudah lebih dari 19 jam saya bekerja hari itu. Sesampai di rumah, tak ada lagi keinginan untuk membersihkan diri. Cukup dengan ganti baju, cuci muka dan kaki, saya langsung merebahkan diri di kasur yang nyaman.
Namun tidur pun bukan perkara mudah. Berbagai pikiran berkecamuk, tentang bagaimana bila ada pihak-pihak yang tidak menyetujui siaran langsung esok dan memerintahkan kami untuk mematikan semua peralatan. Terasa singkat rasanya tidur ini, karena saya segera terbangun mendengar dering telpon. Perintahnya saya harus siaran pagi harinya untuk menggantikan teman yang dinilai lebih penting berada di JCC. Siap! Namanya bawahan, perintah harus dijalankan dengan sebaik-baiknya terutama bila Anda adalah orang baru.
Dengan langkah gontai dan mata berat, pukul 5 saya meluncur ke pusat Jakarta untuk siaran di studio di sebuah pusat perkantoran. Cukup hanya sepertiga dari seluruh satu setengah jam program, saya tinggalkan program dan menuju JCC. Saya bayangkan betapa beratnya kolega pasangan siaran saya menangani para tamu selama sejam yang tersisa.
Setibanya di lokasi saya mendapati semua orang sudah siap di posisi. Peralatan terpasang tanpa masalah. Namun tetap belum ada lampu hijau untuk siaran langsung. Pemilik sempat mampir ke ruang siaran dan mengingatkan kami untuk menerapkan strategi “hit and run” saat siaran nanti. Artinya, bila ditegur kami hentikan siaran, bila tidak, siara jalan lagi. Baiklah. Doa pun dilayangkan bersama dengan harapan Tuhan berbaik hati agar kami tak kena masalah.
Tepat pukul 8 WIB, Presiden SBY tiba di pelataran JCC, yang artinya the show will begin immediately. Tak lama kemudian Om Bill datang. Pada saat yang bersamaan kamera dan siaran kami sudah “on”. Terus-terus dan terus.
Tidak ada yang protes? Tidak ada yang datang dan meyuruh penghentian siaran? Wah! This is great, man! Jalan terusss!!
Sampai akhir pidato Om Bill dan Ibu Mari Pangesti, Menteri Perdagangan yang jadi moderator acara, siaran lancar. Saya berkata dalam hati, apakah semalam ada orang yang begitu paranoid sehingga ada ancaman pelarangan siaran. Nyatanya aman-aman saja.
Dari peristiwa itu saya dapat pelajaran berharga, yaitu adalah penting untuk percaya diri, siapkan lebih dari satu rencana pendukung bila rencana utama gagal. Yang berikutnya adalah perkokoh kerjasama dengan semua orang dan semua lini. Yang terakhir, jadilah pemimpin kuat agar di bawah Anda memiliki keyakinan dengan siapa Anda bekerja.
Tabik,
indi
Sunday, May 4, 2008
Spirit
Waktu menjadi pelajar SMP tahun 1982, saya memiliki kebiasaan naik truk trailer (pengangkut peti kemas) yang kosong tentunya, untuk pulang sekolah. Terletak di perempatan Permai Jakarta Utara, sekolah saya berada di jalur sibuk se Jakarta Utara. Kendaraan pribadi dan umum berebut tempat dengan truk peti kemas yang akan ke Pelabuhan Tanjung Priok. Kendaraan selalu berjalan lambat di perempatan itu, karena adanya lampu lalu lintas, penuh kendaraan dan anak- sekolah menyeberang (sedikitnya ada tiga sekolah di sekitar tempat itu).
Saya dan beberapa teman selalu memanfaatkan truk trailer kosong yang memang berjalan lambat untuk pulang sekolah. Trus kenapa nggak pake kendaraan lainnya? Pertama nggak punya kendaraan pribadi (maklum keluarga bukan orang berpunya), kedua karena nggak punya duit lebih buat naik kendaraan umum (kalau bisa ngirit), ketiga kayaknya ada penyaluran semangat dan keinginan ingin jadi orang hebat.
Bubaran sekolah pukul 13, kami (biasanya berempat: yaitu saya, Yani, Benny dan John) menunggu truk, pas di lampu merah. Oh ya Yani adalah anak orang berada. Ia mau ikut saya dan teman lainnya lebih karena solidaritas. Begitu si truk datang, kami melompat di belakang hampir tanpa memedulikan bahayanya lalu lintas.
Hup, kami saling membantu untuk bisa naik. Dan kalau sudah di atas rasanya luar biasa; kami yang terhebat, saya yang terhebat. Pada bberapa kesempatan, truk yang masih bergerak kami kejar untuk dapat meraihnya dan naik. Bayangkan, panas menyengat, asap mobil dan peluh jadi satu di tubuh kami. Tapi rasanya semua itu hilang jika kami berhasil mencapai truk yang dimaksud.
Semangat untuk meraih truk itu rasanya kini saya rasakan kembali saat saya memasuki habitat baru. Sejak April 2008 (namun secara reguler baru Mei 2008) saya menjadi anggota TV baru dengan berbagai kekurangannya. Namun atmosfir yang saya rasakan begitu luar biasa.
Pucuk pimpinan memiliki semangat untuk mendapat perhatian publik yang mengalir ke mana-mana. Alhasil hingga di level bawah semangat itu memompa energi untuk berbuat yang terbaik. Banyak orang baru dari berbagai institusi yang melebur di sini, tetapi rasanya jaket lama itu ditinggalkan dan kini kami semua memiliki label baru yang harus diperjuangkan bersama.
Pada saat berlari, meraih dinding truk dan melompat ke atas, saya merasakan ada energi dahsyat yang mengalahkan semua rintangan dan tidak takut menghadapi apapun. Perasaan yang sama kurang lebih menyelimuti saya setiap saat saya melangkahkan kaki ke kantor baru saya. Walaupun di sana sini banyak kekurangan yang jauh bila dibandingkan kantor lama saya, semuanya lebur dalam semangat untuk mengejar ketertinggalan dan meraih hasil terbaik.
Spirit itu begitu kuat, sehingga mau rasanya saya berada di kantor ini 24 jam sehari untuk membuat karya yang lebih besar dari sebelumnya.
indi
Saya dan beberapa teman selalu memanfaatkan truk trailer kosong yang memang berjalan lambat untuk pulang sekolah. Trus kenapa nggak pake kendaraan lainnya? Pertama nggak punya kendaraan pribadi (maklum keluarga bukan orang berpunya), kedua karena nggak punya duit lebih buat naik kendaraan umum (kalau bisa ngirit), ketiga kayaknya ada penyaluran semangat dan keinginan ingin jadi orang hebat.
Bubaran sekolah pukul 13, kami (biasanya berempat: yaitu saya, Yani, Benny dan John) menunggu truk, pas di lampu merah. Oh ya Yani adalah anak orang berada. Ia mau ikut saya dan teman lainnya lebih karena solidaritas. Begitu si truk datang, kami melompat di belakang hampir tanpa memedulikan bahayanya lalu lintas.
Hup, kami saling membantu untuk bisa naik. Dan kalau sudah di atas rasanya luar biasa; kami yang terhebat, saya yang terhebat. Pada bberapa kesempatan, truk yang masih bergerak kami kejar untuk dapat meraihnya dan naik. Bayangkan, panas menyengat, asap mobil dan peluh jadi satu di tubuh kami. Tapi rasanya semua itu hilang jika kami berhasil mencapai truk yang dimaksud.
Semangat untuk meraih truk itu rasanya kini saya rasakan kembali saat saya memasuki habitat baru. Sejak April 2008 (namun secara reguler baru Mei 2008) saya menjadi anggota TV baru dengan berbagai kekurangannya. Namun atmosfir yang saya rasakan begitu luar biasa.
Pucuk pimpinan memiliki semangat untuk mendapat perhatian publik yang mengalir ke mana-mana. Alhasil hingga di level bawah semangat itu memompa energi untuk berbuat yang terbaik. Banyak orang baru dari berbagai institusi yang melebur di sini, tetapi rasanya jaket lama itu ditinggalkan dan kini kami semua memiliki label baru yang harus diperjuangkan bersama.
Pada saat berlari, meraih dinding truk dan melompat ke atas, saya merasakan ada energi dahsyat yang mengalahkan semua rintangan dan tidak takut menghadapi apapun. Perasaan yang sama kurang lebih menyelimuti saya setiap saat saya melangkahkan kaki ke kantor baru saya. Walaupun di sana sini banyak kekurangan yang jauh bila dibandingkan kantor lama saya, semuanya lebur dalam semangat untuk mengejar ketertinggalan dan meraih hasil terbaik.
Spirit itu begitu kuat, sehingga mau rasanya saya berada di kantor ini 24 jam sehari untuk membuat karya yang lebih besar dari sebelumnya.
indi
Sunday, April 27, 2008
Kasih Ibu
Lihatlah tangan-tangan yang membawa ribuan asa
Merajut kedamaian di setiap geraknya
Menjadikan dirinya sebagai tempat perlindungan bagi anak-anaknya
Dan peraduan yang nyaman untuk suaminya
Anakku, lihatlah masa depan yang terentang
Berbagai kemungkinan tertuang di setiap detik
Namun, janganlah takut wahai anak-anakku
Rumah ini akan selalu menjadi pelabuhanmu
Singgahlah saat engkau payah berjuang
Rebahlah di pundakku saat lututmu goyah
Tidurlah di pangkuanku saat matamu lelah
Anakku, Ibumu takkan berhenti mendoakanmu
PS: Untuk para Ibu yang mengerjakan pekerjaan rumah yang tidak pernah selesai. Selamat Hari Kartini
Merajut kedamaian di setiap geraknya
Menjadikan dirinya sebagai tempat perlindungan bagi anak-anaknya
Dan peraduan yang nyaman untuk suaminya
Anakku, lihatlah masa depan yang terentang
Berbagai kemungkinan tertuang di setiap detik
Namun, janganlah takut wahai anak-anakku
Rumah ini akan selalu menjadi pelabuhanmu
Singgahlah saat engkau payah berjuang
Rebahlah di pundakku saat lututmu goyah
Tidurlah di pangkuanku saat matamu lelah
Anakku, Ibumu takkan berhenti mendoakanmu
PS: Untuk para Ibu yang mengerjakan pekerjaan rumah yang tidak pernah selesai. Selamat Hari Kartini
Tuesday, April 15, 2008
Pilkada
Dalam seminggu terakhir dua provinsi besar mengadakan perhelatan pesta demokrasi lokal. Jawa Barat sudah melaksanakannya 13 April lalu dan Sumut 16 April. Ini tidak main-main, karena yang terpilih akan memimpin sekitar 60 juta jiwa. Sumber daya dan uang yang berputar di kedua provinsi itu memberi kontribusi signifikan bagi Indonesia. Tidak heran media memberi perhatian luar biasa terhadap proses pilkada di kedua provinsi itu.
Kaum jurnalis memberi panggung utama untuk para kontestan. Pada pilkada Jawa barat, hampir semua media cetak nasional menjadikan kemenangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf sebagai laporan utama. Selain Jawa Barat memiliki kedekatan dengan Jakarta pusat segalanya di Indonesia, juga karena kemenangan pasangan berakronim Hade yang mengejutkan.
Bagaimana dengan Sumatera Utara? Kecuali masyarakat Sumatera Utara, mungkin tidak banyak yang mengenal kelima pasangan kandidat. Atau kalaupun ada, nama pasangan Mayjen (Purn.) Triamtomo dan Benny Pasaribu; asing-masing adalah mantan Pangdam I Bukit Barisan dan Anggota DPR. Sehingga banyak orang menjagokan pasangan tersebut untuk menduduki kursi no 1 dan no 2 di Sumatera Utara.
Namun seringkali ramalan tinggal ramalan. Ada hal lain yang tidak terangkum dalam pengambilan kesimpulan, tetapi justru menjadi faktor penentu keberhasilan dalam pilkada.
Walaupun didukung oleh mesin politik besar yaitu Partai Golkar dan Partai Demokrat, Danny Setiawan gagal menduduki lagi kursi Gubernur Jawa Barat. Sedangkan Agum Gumelar yang pernah menjadi pejabat tinggi TNI dan Menteri Perhubungan didukung PDIP gagal lagi untuk kedua kalinya setelah di pilkada DKI.
Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf hanya memiliki dua partai penyokong yang relatif kecil yaitu PKS dan PAN, tetapi berhasil menjadi juara. Banyak orang bilang (perlu penelitian lebih lanjut) keberhasilan keduanya tidak lepas dari nama tenar Dede Yusuf yang kondang sebagai aktor; apalagi mengacu pada keberhasilan Rano Karno menduduki posisi Wakil Bupati Tangerang (tentu saja tetap harus diperhitungkan posisi Bupati Ismet iskandar yang incumbent dan didukung Partai Golkar dan PDIP).
Saya rasa pilkada selalu memberikan kejutan-kejutan. Kecuali kisruh Pilkada Maluku Utara, masyarakat Indonesia kian dewasa dalam menyikapi hasil. Bentrokan horizontal dapat ditekan (jika tidak dapat disebut menghilang), dan menyerahkan berbagai masalah yang timbul ke pengadilan). Bandingkan dengan begitu banyaknya persoalan antarwarga yang kerap pecah di berbagai daerah dalam kurun waktu pascareformasi hingga Pemilu 2004 (maaf data tak ada, dan hanya pengamatan subyektif penulis).
Persoalan lain yang membuat saya terheran-heran adalah uang yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan pemilu, pilkada dan uang untuk kampanye para kandidat. Triliunan rupiah! Mungkin puluhan triliun rupiah. Waaahh luar biasa. Sebetulnya Indonesia kaya sehingga untuk menyelenggarakan pesta (yang tanpa makan-makan) demokrasi itu kita mengeluarkan uang dari APBN, APBD dan kantung para kandidat begitu besar.
Ini cuma berandai-andai; andai uang sebesar itu untuk memperkuat ekonomi kita dalam bentuk kredit lunak para entrepeneur mikro, dan membuka lapangan kerja, rasanya kita akan semakin nyaman hidup di negeri ini. Tapi apa mau dikata, keputusan para wakil rakyat sudah jelas, harus ada pilkada langsung, ya sudah deh.
Mari kita simak terus pesta demokrasi daerah dan nasional terus menerus di televisi kita, koran kita. Biarkan yang menang bergembira dan penyelenggara pemilihan bersuka karena lancar dengan uang yang kita setorkan ke negara.
indi
Kaum jurnalis memberi panggung utama untuk para kontestan. Pada pilkada Jawa barat, hampir semua media cetak nasional menjadikan kemenangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf sebagai laporan utama. Selain Jawa Barat memiliki kedekatan dengan Jakarta pusat segalanya di Indonesia, juga karena kemenangan pasangan berakronim Hade yang mengejutkan.
Bagaimana dengan Sumatera Utara? Kecuali masyarakat Sumatera Utara, mungkin tidak banyak yang mengenal kelima pasangan kandidat. Atau kalaupun ada, nama pasangan Mayjen (Purn.) Triamtomo dan Benny Pasaribu; asing-masing adalah mantan Pangdam I Bukit Barisan dan Anggota DPR. Sehingga banyak orang menjagokan pasangan tersebut untuk menduduki kursi no 1 dan no 2 di Sumatera Utara.
Namun seringkali ramalan tinggal ramalan. Ada hal lain yang tidak terangkum dalam pengambilan kesimpulan, tetapi justru menjadi faktor penentu keberhasilan dalam pilkada.
Walaupun didukung oleh mesin politik besar yaitu Partai Golkar dan Partai Demokrat, Danny Setiawan gagal menduduki lagi kursi Gubernur Jawa Barat. Sedangkan Agum Gumelar yang pernah menjadi pejabat tinggi TNI dan Menteri Perhubungan didukung PDIP gagal lagi untuk kedua kalinya setelah di pilkada DKI.
Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf hanya memiliki dua partai penyokong yang relatif kecil yaitu PKS dan PAN, tetapi berhasil menjadi juara. Banyak orang bilang (perlu penelitian lebih lanjut) keberhasilan keduanya tidak lepas dari nama tenar Dede Yusuf yang kondang sebagai aktor; apalagi mengacu pada keberhasilan Rano Karno menduduki posisi Wakil Bupati Tangerang (tentu saja tetap harus diperhitungkan posisi Bupati Ismet iskandar yang incumbent dan didukung Partai Golkar dan PDIP).
Saya rasa pilkada selalu memberikan kejutan-kejutan. Kecuali kisruh Pilkada Maluku Utara, masyarakat Indonesia kian dewasa dalam menyikapi hasil. Bentrokan horizontal dapat ditekan (jika tidak dapat disebut menghilang), dan menyerahkan berbagai masalah yang timbul ke pengadilan). Bandingkan dengan begitu banyaknya persoalan antarwarga yang kerap pecah di berbagai daerah dalam kurun waktu pascareformasi hingga Pemilu 2004 (maaf data tak ada, dan hanya pengamatan subyektif penulis).
Persoalan lain yang membuat saya terheran-heran adalah uang yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan pemilu, pilkada dan uang untuk kampanye para kandidat. Triliunan rupiah! Mungkin puluhan triliun rupiah. Waaahh luar biasa. Sebetulnya Indonesia kaya sehingga untuk menyelenggarakan pesta (yang tanpa makan-makan) demokrasi itu kita mengeluarkan uang dari APBN, APBD dan kantung para kandidat begitu besar.
Ini cuma berandai-andai; andai uang sebesar itu untuk memperkuat ekonomi kita dalam bentuk kredit lunak para entrepeneur mikro, dan membuka lapangan kerja, rasanya kita akan semakin nyaman hidup di negeri ini. Tapi apa mau dikata, keputusan para wakil rakyat sudah jelas, harus ada pilkada langsung, ya sudah deh.
Mari kita simak terus pesta demokrasi daerah dan nasional terus menerus di televisi kita, koran kita. Biarkan yang menang bergembira dan penyelenggara pemilihan bersuka karena lancar dengan uang yang kita setorkan ke negara.
indi
Friday, April 11, 2008
Berbasah Ria
Ini adalah yang keduakalinya saya dicemplungin ke kolam renang. Dongkol karena baju dan celana basah tak ada ganti selama bekerja; senang, karena saya merasa teman-teman peduli dengan kehadiran dan ketidakhadiran saya. Lho kok? Apa hubungan antara dicemplungin dan kepedulian?
Ceritanya begini.
Setelah dua hari tidak ngantor (maklum mau pindah jadi males-males gitu), tiba-tiba saja saya ingin melihat teman-teman bekerja. Kan saya masih terdaftar di tempat lama, dan juga saya berencana mengurus persoalan lain ke HRD.
Jadilah saya ke kantor setelah subuh. Cuaca dingin menyengat. Udara putih oleh kabut musim pancaroba. Jalanan masih sepi dari pengendara. Padahal biasanya sekitar pukul 5 jalan tol Bintaro-JORR sudah ramai dengan mobil dan truk. Mungkin karena habis hujan, sehingga orang masih malas berangkat pagi-pagi. Perjalanan saya lalui dengan cepat, sehingga dalam waktu kurang dari setengah jam saya telah sampai di Senayan City.
Rupanya teman-teman tengah merencanakan sesuatu bagi Bayu yang berulang tahun hari itu. Tahun lalu, kami menyediakan satu kur muffin berlilin sebagai kejutan setelah siaran berakhir. Kurang lebih hal serupa pun disiapkan. Bedanya, selain ada tart berukuran sedang, juga teman-teman bersiap menceburkannya ke kolam renang. Kami bersiaran dari tepi kolam renang apartemen di Senayan City.
Menjelang siaran berakhir, hamper semua teman turun ke tempat Bayu dan Nova cuap-cuap. Saat berita terakhir usai, kami semua menyerbunya. Wajah Bayu memerah dengan mata berbinar senang. Kue pun dipotong di bawah sorot kamera. Dan ucapan selamat mengalir penung keriangan. Namun itu belum berakhir.
Di bawah komando Nova, kami semua mengejar Bayu untuk dimasukkan ke kolam. Entah karena kurang cepat atau Bayu lebih sigap, ia dapat menghindar dari sergapan. Alhasil gagallah rencana tersebut.
Kehilangan mangsa membuat massa orang-orang terpelajar dan terdidik ini mata gelap. Tiba-tiba terdengar suara: tak ada Bayu, Indiarto pun jadilah. Lho kok? Iya, dia kan mau pergi, biar ada kenang-kenangan.
Serentak semuanya menyerbu saya. Tak sempat mengelak, karena masih terkaget-kaget, saya terpegang erat untuk siap dicemplungkan. Masih untung ada yang mengingatkan agar semua hape, dompet dan kunci mobil diamankan.
Usaha untuk meronta sia-sia belaka. Pertama karena saya kalah banyak, kedua posisi saya terjebak di tepi kolam dan ketiga saya belum melek betul. Setelah memastikan tidak ada barang berharga di kantong, byurr…..saya didorong ke kolam.
Aduuhhhh…basah deh. Diiringi derail tawa kemenangan teman-teman yang nakal itu, saya keluar dari air. Dingin langsung menyengat tanpa ampun, apalagi di ketinggian Senayan City angina bertiup agak kencang.
Saya teringat peristiwa serupa tiga tahun lalu saat SCTV menyelenggarakan audisi presenter di Malang. Beberapa saat setelah pengumuman pemenang audisi, para finalis lomba beramai-ramai mencebutkan saya ke kolam renang. Sialnya dua hape dan dompet masih ada di kantong. Dengan gegap gempita saya merasakan air kolam tanda kegembiraan dan terima kasih (apa ya?). Jadilah kedua hape itu tewas seketika karena korslet dan surat-surat termasuk uang di dompet benyek.
Sekali lagi bagi saya ini karena teman-teman mempedulikan kehadiran saya di sisi mereka, sehingga ada perayaan sejenis. Karena bias saja mereka tidak melakukan apa-apa bila saya punya hajat atau ulang tahun, jika saya tidak menjadi teman baik mereka.
Walaupun kini kunci remote mobil saya korslet terkena tetesan air, saya menganggapnya sebagai hadiah karena teman-teman gembira menjadikan saya kolega kerja mereka.
I am gonna miss u guys, I really am.
indi
Ceritanya begini.
Setelah dua hari tidak ngantor (maklum mau pindah jadi males-males gitu), tiba-tiba saja saya ingin melihat teman-teman bekerja. Kan saya masih terdaftar di tempat lama, dan juga saya berencana mengurus persoalan lain ke HRD.
Jadilah saya ke kantor setelah subuh. Cuaca dingin menyengat. Udara putih oleh kabut musim pancaroba. Jalanan masih sepi dari pengendara. Padahal biasanya sekitar pukul 5 jalan tol Bintaro-JORR sudah ramai dengan mobil dan truk. Mungkin karena habis hujan, sehingga orang masih malas berangkat pagi-pagi. Perjalanan saya lalui dengan cepat, sehingga dalam waktu kurang dari setengah jam saya telah sampai di Senayan City.
Rupanya teman-teman tengah merencanakan sesuatu bagi Bayu yang berulang tahun hari itu. Tahun lalu, kami menyediakan satu kur muffin berlilin sebagai kejutan setelah siaran berakhir. Kurang lebih hal serupa pun disiapkan. Bedanya, selain ada tart berukuran sedang, juga teman-teman bersiap menceburkannya ke kolam renang. Kami bersiaran dari tepi kolam renang apartemen di Senayan City.
Menjelang siaran berakhir, hamper semua teman turun ke tempat Bayu dan Nova cuap-cuap. Saat berita terakhir usai, kami semua menyerbunya. Wajah Bayu memerah dengan mata berbinar senang. Kue pun dipotong di bawah sorot kamera. Dan ucapan selamat mengalir penung keriangan. Namun itu belum berakhir.
Di bawah komando Nova, kami semua mengejar Bayu untuk dimasukkan ke kolam. Entah karena kurang cepat atau Bayu lebih sigap, ia dapat menghindar dari sergapan. Alhasil gagallah rencana tersebut.
Kehilangan mangsa membuat massa orang-orang terpelajar dan terdidik ini mata gelap. Tiba-tiba terdengar suara: tak ada Bayu, Indiarto pun jadilah. Lho kok? Iya, dia kan mau pergi, biar ada kenang-kenangan.
Serentak semuanya menyerbu saya. Tak sempat mengelak, karena masih terkaget-kaget, saya terpegang erat untuk siap dicemplungkan. Masih untung ada yang mengingatkan agar semua hape, dompet dan kunci mobil diamankan.
Usaha untuk meronta sia-sia belaka. Pertama karena saya kalah banyak, kedua posisi saya terjebak di tepi kolam dan ketiga saya belum melek betul. Setelah memastikan tidak ada barang berharga di kantong, byurr…..saya didorong ke kolam.
Aduuhhhh…basah deh. Diiringi derail tawa kemenangan teman-teman yang nakal itu, saya keluar dari air. Dingin langsung menyengat tanpa ampun, apalagi di ketinggian Senayan City angina bertiup agak kencang.
Saya teringat peristiwa serupa tiga tahun lalu saat SCTV menyelenggarakan audisi presenter di Malang. Beberapa saat setelah pengumuman pemenang audisi, para finalis lomba beramai-ramai mencebutkan saya ke kolam renang. Sialnya dua hape dan dompet masih ada di kantong. Dengan gegap gempita saya merasakan air kolam tanda kegembiraan dan terima kasih (apa ya?). Jadilah kedua hape itu tewas seketika karena korslet dan surat-surat termasuk uang di dompet benyek.
Sekali lagi bagi saya ini karena teman-teman mempedulikan kehadiran saya di sisi mereka, sehingga ada perayaan sejenis. Karena bias saja mereka tidak melakukan apa-apa bila saya punya hajat atau ulang tahun, jika saya tidak menjadi teman baik mereka.
Walaupun kini kunci remote mobil saya korslet terkena tetesan air, saya menganggapnya sebagai hadiah karena teman-teman gembira menjadikan saya kolega kerja mereka.
I am gonna miss u guys, I really am.
indi
Wednesday, April 9, 2008
Old and New Place
Sudah lebih dari seminggu saya tidak ngutak-atik blog. Rasanya seperti ada yang hilang. Pikiran yang bertumpuk tidak tersalurkan; untungnya tidak jadi jerawat. Berbeda jika berhadapan dengan monitor dan mulai menuliskan semua perasaan dan catatan setelah melihat banyak hal setiap hari. Blog ini seperti "pensieve" bagi tokoh-tokoh di buku Harry Potter rekaan JK Rowling. Seperti tempat khusus untuk meletakkan pikiran-pikiran berbentuk benang-benang perak dan yang dapat diambil dengan tongkat sihir dari kepala. Alangkah mudahnya.
Seminggu lebih saya menyatakan mundur dari pekerjaan lama. Beberapa kali pula saya mengantor ke tempat baru. Ada yang aneh dalam hidup selama seminggu itu. Sebelumnya saya harus melek sepanjang malam selama 5 hari dalam seminggu untuk mengerjakan program berita pagi. Kini tidak lagi. Walaupun masih beberapa kali menggantikan seorang teman siaran, saya tidak harus bergadang. Cukup berangkat subuh dan pulang siang hari. Bahkan dua atau tiga hari, saya tidak ngantor. Hmmm enaknya. Tidur nyaman, bangun pun segar.
Karena itu pula blog tercinta ini belum sempat tersentuh. Maklum, untuk ngerjainnya kan harus di kantor biar dapat internet gratis, hehehe.
Pagi ini ada yang luar biasa. Entah kenapa saya ingin sekali berangkat pagi untuk menemui kolega-kolega yang sebentar lagi menjadi ex-colleagues; walaupun memang ada rencana untuk ke HRD mengurus pengunduran diri saya.
Hari masih gelap, bahkan kabut tebal di sepanjang perjalanan. Udara dingin menyengat, karena musim pancaroba. Saya tutup jendela mobil tanpamenghidupkan pendingin udara, agar hawa hangat menyegarkan mata yang masih belum mau kompromi.
Program sudah berjalan setengah jam, saat saya memasuki ruang siaran. Sambutan teman-teman membuat saya terkejut. Layaknya teman lama yang tak pernah terlihat, mereka menyapa. Ah inikah persahabatan sejati? Atau hanya karena mereka tahu akan segera saya tinggalkan. Apapun itu, saya tetap jengah menerimanya. Maklum, selama 15 tahun saya bekerja di perusahaan ini, tidak pernah sekalipun saya memperoleh sambutan sedahsyat itu.
Berhadapan dengan para produser, membuat saya seperti diingatkan lagi bahwa saya masih rekan kerja. Satu per satu laporan disampaikan baik yang menyenangkan, mengharukan hingga mengesalkan. Hal itu membuat saya berpikir, tidakkah mereka sadar, kalau saya akan meninggalkan mereka sebentar lagi? Yang membuat luka lama teringat kembali adalah sebuah gesekan baru yang timbul antara salah satu produser dan atasan kami.
Hanya karena persoalan berita yang dinilai tidak pas penempatannya, atasan menlis sebuah teguran melalui media yang terbuka. Sang produser tidak puas dengan teguran itu dan menulis jawaban dengan media yang sama. Menurut saya, jawaban sang produser sudah benar dengan mekanisme yang tepat; bahkan teguran sang atasan tidak layak, tanpa mendengar secara langsung dari yang bersangkutan mengapa ada hal yang dinilainya tidak pas. Toh itu bukan sesuatu yang prinsip.
Yang bisa saya ingatkan kepada teman produser tadi adalah berhati-hatilah dengan atasan seperti itu. Jangan sampai timbul masalah baru karena tulisan-tulisan yang bisa diinterpretasikan lain, tambah saya. Saya hanya tidak ingin masalah saya terulang kembali, yaitu perseteruan tertutup dengan atasan.
Entah kenapa, akhirnya rekan saya tadi menghapus tulisannya. Padahal tak sedikitpun dorongan saya yang bertujuan untuk menghilangkannya, memperhalusnya lebih tepat. Yah begitulah tidak semua atasan dapat menerima jawaban bawahan yang mungkin lebih benar.
Persoalan di tempat lama ini saya rasa bisa memicu ketidakpuasan para prajurit di lapangan. Proses kreatifitas dalam berkarya bisa terganggu, karena atasan cenderung memasung pikiran-pikiran baru dengan hal-hal yang tidak prinsip.
Saya berkata dalam hati; jika saya mulai bertugas di tempat baru, I will do everything as wise as possible and treat everyone as high as possible.
Bagaimana menurut Anda?
indi
Seminggu lebih saya menyatakan mundur dari pekerjaan lama. Beberapa kali pula saya mengantor ke tempat baru. Ada yang aneh dalam hidup selama seminggu itu. Sebelumnya saya harus melek sepanjang malam selama 5 hari dalam seminggu untuk mengerjakan program berita pagi. Kini tidak lagi. Walaupun masih beberapa kali menggantikan seorang teman siaran, saya tidak harus bergadang. Cukup berangkat subuh dan pulang siang hari. Bahkan dua atau tiga hari, saya tidak ngantor. Hmmm enaknya. Tidur nyaman, bangun pun segar.
Karena itu pula blog tercinta ini belum sempat tersentuh. Maklum, untuk ngerjainnya kan harus di kantor biar dapat internet gratis, hehehe.
Pagi ini ada yang luar biasa. Entah kenapa saya ingin sekali berangkat pagi untuk menemui kolega-kolega yang sebentar lagi menjadi ex-colleagues; walaupun memang ada rencana untuk ke HRD mengurus pengunduran diri saya.
Hari masih gelap, bahkan kabut tebal di sepanjang perjalanan. Udara dingin menyengat, karena musim pancaroba. Saya tutup jendela mobil tanpamenghidupkan pendingin udara, agar hawa hangat menyegarkan mata yang masih belum mau kompromi.
Program sudah berjalan setengah jam, saat saya memasuki ruang siaran. Sambutan teman-teman membuat saya terkejut. Layaknya teman lama yang tak pernah terlihat, mereka menyapa. Ah inikah persahabatan sejati? Atau hanya karena mereka tahu akan segera saya tinggalkan. Apapun itu, saya tetap jengah menerimanya. Maklum, selama 15 tahun saya bekerja di perusahaan ini, tidak pernah sekalipun saya memperoleh sambutan sedahsyat itu.
Berhadapan dengan para produser, membuat saya seperti diingatkan lagi bahwa saya masih rekan kerja. Satu per satu laporan disampaikan baik yang menyenangkan, mengharukan hingga mengesalkan. Hal itu membuat saya berpikir, tidakkah mereka sadar, kalau saya akan meninggalkan mereka sebentar lagi? Yang membuat luka lama teringat kembali adalah sebuah gesekan baru yang timbul antara salah satu produser dan atasan kami.
Hanya karena persoalan berita yang dinilai tidak pas penempatannya, atasan menlis sebuah teguran melalui media yang terbuka. Sang produser tidak puas dengan teguran itu dan menulis jawaban dengan media yang sama. Menurut saya, jawaban sang produser sudah benar dengan mekanisme yang tepat; bahkan teguran sang atasan tidak layak, tanpa mendengar secara langsung dari yang bersangkutan mengapa ada hal yang dinilainya tidak pas. Toh itu bukan sesuatu yang prinsip.
Yang bisa saya ingatkan kepada teman produser tadi adalah berhati-hatilah dengan atasan seperti itu. Jangan sampai timbul masalah baru karena tulisan-tulisan yang bisa diinterpretasikan lain, tambah saya. Saya hanya tidak ingin masalah saya terulang kembali, yaitu perseteruan tertutup dengan atasan.
Entah kenapa, akhirnya rekan saya tadi menghapus tulisannya. Padahal tak sedikitpun dorongan saya yang bertujuan untuk menghilangkannya, memperhalusnya lebih tepat. Yah begitulah tidak semua atasan dapat menerima jawaban bawahan yang mungkin lebih benar.
Persoalan di tempat lama ini saya rasa bisa memicu ketidakpuasan para prajurit di lapangan. Proses kreatifitas dalam berkarya bisa terganggu, karena atasan cenderung memasung pikiran-pikiran baru dengan hal-hal yang tidak prinsip.
Saya berkata dalam hati; jika saya mulai bertugas di tempat baru, I will do everything as wise as possible and treat everyone as high as possible.
Bagaimana menurut Anda?
indi
Subscribe to:
Posts (Atom)